Polemik 'Dari Jendela SMP': Tayangkan Dialog Tak Pantas untuk Remaja hingga Tuai Teguran Keras KPI

10 Juli 2020, 11:26 WIB
Sinetron Dari Jendela SMP.* /DOK. SCTV/

PR PANGANDARAN - Tayang di SCTV setiap hari, sinetron 'Dari Jendela SMP' bercerita tentang kehamilan di luar hubungan pernikahan yang menipa dua sejoli yang baru menginjak SMP.

Berniat memberikan edukasi seksual bagi para penonton remaja, sinteron yang dibintangi artis muda berbakat Sandrina Michelle justru menuai teguran dari KPI.

Dilaporkan PR Bekasi, KPI Pusat, Agung Suprio menilai sinetron tersebut memuat konten visualisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan psikologis remaja, sekaligus kurang pantas untuk dikonsumsi remaja atau anak-anak.

Baca Juga: Sebelum Tewas, Begini Perjuangan Sang Ibu Selamatkan 2 Anaknya saat Mobil Terseret Arus Kalimalang

Hal itu lantaran, memperlihatkan adegan dan dialog tentang kehamilan di luar nikah, rencana pernikahan dini, dan perawatan bayi setelah melahirkan.

“Ceritanya memberikan contoh yang tidak baik terkait pacaran di sekolahan, perbicangan kehamilan di usia yang sangat muda tanpa ada klarifikasi-klarifikasi yang menegasikan tentang kehamilan tersebut yang bisa dipandang sebagai pendidikan reproduksi,” ucap Agung dengan tegas.

Tidak hanya pihak KPI, sinentron yang diadaptasi novel pop karya Mira W ini juga banyak dikeluhkan masyarakat melalui aduan saluran KPI Pusat.

Baca Juga: Lonjakan Kasus Covid-19 Jabar Meningkat Tajam, Kota Bandung Belum Izinkan Bioskop Beroperasi

Untuk itu, KPI menjatuhi lima pasal P3SPS yang dinilai melanggar tayangan sinetron “Dari Jendela SMP” yakni Pasal 14 Ayat (1) dan (2), Pasal 21 Ayat (1) Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Pasal 15 Ayat (1), Pasal 37 Ayat (1) dan (4) huruf a, Standar Program Siaran (SPS) KPI tahun 2012.

Lebih lanjut, Agung menjelaskan bahwa novel yang diadaptasi menjadi sinetron harus memperhatikan faktor penonton dan juga kemungkinan efek negatifnya.

“Anak-anak atau remaja yang membaca novel harus memiliki minat, kemampuan membaca, dan memahami. Jika tidak berminat, mereka akan enggan membaca bahkan menyentuhnya,” jelas Agung merujuk pada hasil evaluasi KPI.

Baca Juga: Isu Kutukan Serial Glee Jadi Sebab Insiden Tragis Menimpa Pemain, Simak Kisah Hilangnya Naya Rivera

Adapun cerita sinetron di TV bisa dinikmati dengan hanya duduk dan menangkap gambar yang pada akhirnya tersimpan dalam ingatan bawah sadarnya. Hingga akhirnya, tercipta embiasaan dari apa yang ditonton menjadi persepsi budaya pergaulan.

“Ketika sinteron tersebut ditayangkan secara berkelanjutan maka persepsi anak-anak akan terbentuk tentang pacaran, termasuk melakukannya di sekolah dan bahkan kehamilan serta pernikahan usia dini, meskipun barangkali pada akhirnya ada negasi berupa pesan atau kunci pembuka atas konflik cerita di bagian-bagian akhir," tambah Agung dalam penjelasannya.

Lebih dari itu, Agung juga menyoroti sinetron adaptasi novel yang tayang di TV pada jam yang ramah anak harus memperhatikan rambu-rambu P3SPS. Terlebih, sinetron ini sudah dilabeli dengan klasifikasi Remaja atau R.

Baca Juga: YouTuber asal Cirebon Nekat Unggah Video Mengerikan 'Bacok Sopir Rancaekek' demi Dobrak Subcriber

“Seharusnya, program siaran dengan klasifikasi R mengandung muatan, gaya penceritaan, dan tampilan yang sesuai dengan perkembangan psikologis remaja. Ini justru bertolak belakang,” kata Agung bernada ironi.

Sementara itu, pihak stasiun penyiaran, SCTV diminta harus tunduk dan patuh pada P3SPS terkait kewajiban memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak. Salah satunya dengan menayangkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan program siaran.

“Kami harap ini jadi pembelajaran dan juga masukan bagi SCTV dan lembaga penyiaran lain untuk lebih berhati-hati dalam menayangkan program apalagi ceritanya diadaptasi dari novel remaja," pungkas Agung.***(M Bayu Pratama)

 

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Pikiran Rakyat Bekasi

Tags

Terkini

Terpopuler