Tampak Sehat Lalu Kesulitan Bernapas dan Tewas, Waspada Happy Hypoxia Covid-19, Perlukah Oximeter?

8 September 2020, 06:21 WIB
Seorang balita bernama Zikra terpaksa menggunakan alat bantu oksigen karena menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan sesak nafas saat mengungsi di posko kesehatan warga terdampak kabut asap di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus Kemensos di Kota Pekanbaru, Riau, Rabu, 18 September 2019. Berdasarkan data Kemenkes sedikitnya 144.219 warga menderita ISPA akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kalimantan dan Sumatera, dan di Riau sendiri ada 1 /

PR PANGANDARAN - Gejala utama Covid-19 yang kerap dikeluhkan penderita berkisar flu, demam, panas dan batuk.

Namun, fenomena kini menunjukan bahwa penderita kebanyakan tak mengalami gejala apapun, atau disebut orang tanpa gejala (OTG)

Akan tetapi, kategori seperti itu justru ditemui kasus yang lebih berbahaya, dimana penderita tiba-tiba kesulitan bernapas dan meninggal dunia.

Baca Juga: Sang Paman Piet Pagau Positif Covid-19, Raffi Ahmad: Mohon Doa Aja, Kondisinya...

Gejala itu termasuk ke dalam kategori Happy Hypoxia, menurunnya kadar oksigen yang bisa berujung kematian pada pasien COVID-19.

Dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Antara, mengenai hal ini, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Vito Anggarino Damay mengatakan, happy hypoxia bisa dialami pasien COVID-19 bergejala ringan yang dirawat mandiri.

Oleh karena itu, setiap orang memerlukan oximeter guna melihat tingkat penurunan oksigen di kala pandemi.

Baca Juga: Ternyata Ini Alasan Pemerintah Lanjutkan Subsidi Gaji Rp 600 untuk Karyawan Swasta hingga 2021

Perlu diketahui, oximeter adalah alat pengukur oksigen yang tengah digandrungi masyarakat di lingkungan dengan tingkat penularan tinggi.

"Seseorang yang happy hypoxia mungkin ada gejala yang ringan yang tidak disadari bukan sama sekali tidak bergejala. Mungkin perlu sediakan di rumah untuk mereka yang menderita COVID-19 ringan yang isolasi mandiri," ujarnya.

Pada pasien COVID-19, oximeter bisa membantu memeriksa kadar oksigen sehingga saat level oksigen pasien rendah bisa dideteksi dini.

Baca Juga: 7 Film Psikopat Paling Sadis dan Mendebarkan, Joker 'Badut Pembunuh' hingga Split '23 Kepribadian'

Alat ini biasanya berukuran kecil dan mudah dibawa. Alat ini dipasang di ujung jari lalu seberapa baik oksigen mengikat sel darah merah Anda akan diukur. Orang sehat angka pada oximeter menunjukkan angka antara 95-100 persen.

Menurut Vito yang kerap menjadi narasumber dalam diskusi mengenai COVID-19 di kantor BNPB itu, pada kasus COVID-19, sebenarnya happy hypoxia jarang terjadi.

Gejala utama penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2 itu hingga sekarang ini masih demam, batuk, sesak napas dan anosmia atau kehilangan indera penciuman.

Baca Juga: 7 Film Psikopat Paling Sadis dan Mendebarkan, Joker 'Badut Pembunuh' hingga Split '23 Kepribadian'

"Happy hypoxia ini manifestasi jarang sehingga lebih baik kita memfokuskan diri pada pencegahan penyakitnya," tutur Vito.

Lalu apakah orang sehat bisa terkena happy hypoxia? Tidak, Happy hipoxia tak akan terjadi pada orang yang benar benar sehat, kata Vito.

Tetapi orang sehat boleh memiliki oximeter di rumah? Vito membolehkannya. Dia sendiri memiliki alat ini untuk membuktikan pemakaian masker seharian tidak menganggu kadar saturasi oksigen.

Baca Juga: Kisah Isabella Guzman, Tikam 151 Kali Wajah hingga Leher sang Ibu, Kini Bahagia Divonis tak Bersalah

Namun dia mengingatkan, oximeter tidak akan berguna jika seseorang lalai menerapkan protokol kesehatan yakni menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker.

"Sama seperti saya masih sering menemukan orang pakai masker tapi menggunakannya di bawah dagu atau berkerumun tanpa menjaga jarak. Jadi pesan saya jaga diri anda tetap sehat," demikian pesan Vito.***

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Permenpan RB

Tags

Terkini

Terpopuler