PR PANGANDARAN - Aksi protes menentang perilaku rasisme oknum kepolisian Amerika Serikat terhadap kematian pria berkulit hitam, George Flyod meletus hampir di seluruh penjuru dunia.
Pasalnya, kematian George Flyod dianggap sebagai puncak kasus rasisme terhadap kaum berkulit hitam yang telah terjadi sedari dulu.
Protes atas kematian dan kebrutalan tindakan oknum kepolisian AS berujung ricuh. Bahkan beberapa demonstran memanfaatkan hal ini untuk melakukan penjarahan.
Baca Juga: Dituding Menipu Netizen, Nagita Slavina Geram Atas Tindakan Anton, Sang Ibu: Mungkin Dia Mabok
Alhasil, pejabat gedung putih dan pihak kepolisian menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa.
Berkenaan atas hal ini para ilmuwan kesehatan mulai merespon sengit perilaku pihak kepolisian yang diduga akan mengancam keselamatan warga.
Setidaknya 1.200 ahli menandatangani surat terbuka agar polisi menghentikan penggunaan gas air mata di tengah pandemi.
Baca Juga: Malu Atas Respon Mark Terhadap Cuitan Trump yang Picu Kemarahan Nasional, Karyawan Facebook Resign
Alasannya, karena efek dari gas akan membuat orang-orang yang mungkin terinfeksi jadi lebih mudah menyebabkan virus corona baru atau Covid-19.
Dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari situs Huffington Post, Dr Peter Ching-Hong dari US San Fransisco menjelaskan alasan ahli kesehtan melakukan hal itu.
Artikel Rekomendasi