Melompat dari Gedung Apartemen dengan Bayi Baru Lahir, Wanita Vietnam Divonis 3 Tahun Penjara

- 9 Januari 2021, 12:45 WIB
Ilustrasi bunuh diri loncat
Ilustrasi bunuh diri loncat /Adrian Malec
PR PANGANDARAN - Seorang wanita Vietnam yang tinggal dikorea dijatuhi hukuman penjera karena melompat dari sebuah gedung apartemen dengan bayinya yang baru lahir Jumat, 2 Januari 2021.
 
Pengadilan setempat menghukum wanita tersebut selama tiga tahun penjara karena telah mengakibatkan kematian bayi tersebut.
Pengadilan Distrik Changwon menjatuhkan hukuman penjara kepada wanita 26 tahun tersebut, yang dihukum karena membunuh bayinya yang berusia 13 hari.
 
Dia melompat bersama bayinya, dari lantai delapan sebuah gedung apartemen di Gimhae, Provinsi Gyeongsang Selatan, sekitar pukul 7 malam, 2 Januari 2020. 
 
 
Melansir dari The Korea Times, bayi tersebut pun meninggal karena cedera kepala yang parah.
 
Sedangkan wanita itu selamat, namun menderita luka di kepala dan kaki yang parah yang dapat menyebabkan cacat fisik permanen.
 
Meskipun hukuman penjara minimum untuk pembunuhan adalah lima tahun, pengadilan mempertimbangkan bahwa terdakwa menderita depresi pascapersalinan yang serius.
 
Menganggap dirinya sebagai ibu yang tidak memenuhi syarat, dia telah meninggalkan catatan sebelum kejadian tersebut.
 
"Saya orang yang tidak berguna. Suami saya adalah orang yang baik, tetapi saya tidak. Saya merasa kasihan kepada semua orang," tulis sang wanita.
 
 
Terungkap selama penyelidikan polisi di hari kejadian, wanita tersebut telah mengunjungi rumah sakit setempat di mana dia didiagnosis dengan depresi pascapersalinan dan bertekad untuk bunuh diri. 
 
Akan tetapi, dia hanya diresepkan antidepresan karena staf memutuskan rawat inap tidak akan efektif karena kurangnya interpreter yang tersedia di rumah sakit.
 
Gejala depresi wanita itu termasuk delirium dan gangguan halusinasi, menurut dokter lain yang memeriksanya setelah kejadian tersebut.
 
 
Juni lalu, Pusat Dukungan Keluarga Multikultural Gimhae mengajukan petisi yang ditandatangani oleh 2.000 orang ke pengadilan untuk meminta keringanan hukuman.
 
"Sebagai seorang migran yang sudah menikah, dia mencoba yang terbaik untuk beradaptasi dengan masyarakat. Dan ingin menjadi ibu yang baik, dia secara aktif berpartisipasi dalam program perawatan pranatal menunggu bayinya," kata seorang pejabat di pusat tersebut seperti dikutip oleh outlet media lokal. 
 
Hakim mengetahui bahwa terdakwa berada dalam 'kondisi mental dan fisik yang tidak stabil'.
 
"Sepertinya dia menderita depresi berat karena tidak ada yang dapat diandalkan kecuali suaminya, dan dia kehilangan kendali saat melakukan kejahatan," kata hakim.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: The Korea Times


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x