PR PANGANDARAN - Gerakan progresif dari oposisi Thailand, Thanathorn Juangroongruangkit telah mendapat warning dari Pengadilan Thailand untuk menghapus tuduhan penuh curiga di media sosial terkait kebijakan vaksin Covid-19 yang tidak jelas dan dianggap secara tidak adil mendukung perusahaan farmasi, Siam BioScience yang dimiliki oleh raja untuk produksi AstraZeneca.
Hanya saja, sebagai oposisi Thailand, Thanathorn Juangroongruangkit membantah video tuduhan penuh curiga itu ilegal, sekaligus mendesak YouTube dan Facebook untuk menjaga kebebasan berekspresi terkait pengamatan kepada Siam BioScience yang mau produksi vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Kementerian Digital Thailand mengatakan, Pengadilan Kriminal menilai unggahan oposisi Thailand, Thanathorn di media sosial dan situs web gerakannya dapat melanggar keamanan nasional, terutama terkait curiga kepada Siam BioScience yang mau produksi vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Baca Juga: Darrell Semien, Pria yang Jasadnya Ditolak Pemakaman Hanya karena Merupakan Orang Kulit Hitam
Ini disebabkan isi video-video tersebut jelas menuduh pemerintah, dalam hal ini Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha disebut kurang transparan dalam mengizinkan Siam Bioscience yang dimiliki oleh Raja Maha Vajiralongkorn, untuk memasok sebagian besar dosis dari merk AstraZeneca, meski kurang pengalaman produksi vaksin.
Melansir dari Channel News Asia, ada seorang kritikus mengatakan PM Prayut mencurangi pemungutan suara pada 2019 untuk mempertahankan kekuasaan, tuduhan yang dia bantah dan dianggap telah melanggar tabu nasional dengan semakin mengkritik monarki.
Sebagai informasi, Siam Bioscience menerima dana sebesar 600 juta baht (sekitar Rp281 miliar) dari pemerintah untuk mengembangkan kapasitas dalam memproduksi vaksin AstraZeneca di dalam negeri dan di seluruh Asia Tenggara.
Sedangkan pengadilan setempat tidak berkomentar saat dihubungi terkait ini, melansir dari Reuters.
Namun begitu, Gerakan Thanathorn mengatakan belum menerima keputusan itu.
Artikel Rekomendasi