Tuai Kritikan Usai Jenazah Wajib Kremasi, Sri Lanka Kini Izinkan Muslim Meninggal untuk Dimakamkan

- 12 Februari 2021, 12:38 WIB
Proses kremasi korban Covid-19 yang ada di Sri Lanka menimbulkan protes dari banyak pihak
Proses kremasi korban Covid-19 yang ada di Sri Lanka menimbulkan protes dari banyak pihak /Al-Jazeera

PR PANGANDARAN - Pemerintah Sri Lanka memutuskan akan mulai izinkan bagi Muslim yang meninggal karena Covid-19 untuk dimakamkan, usai kebijakan yang lalu menuai protes banyak tentang jenazah harus mendapat kremasi 

Hal tersebut dilakukan setelah menuai protes umat Muslim atas keputusan pemerintah Sri Lanka untuk melakukan kremasi semua jenazah yang meninggal karena virus Corona, termasuk muslim yang tak diizinkan untuk dimakamkan.

Atas pernyataan dari seorang anggota parlemen Sri Lanka, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa memberikan kepastian izin jenazah muslim yang meninggal tertular Covid-19 untuk dimakamkan bukan kremasi itu pada Rabu, 10 Februari 2021.

Sri Lanka beberapa waktu lalu mewajibkan untuk melakukan kremasi pada semua orang yang meninggal karena Covid-19. Hal tersebut dilakukan karena pernyataan bahwa virus di jenazah manusia dapat mencemari air di bawah tanah.
 
Baca Juga: Cek Fakta: Jokowi Dikabarkan Copot Mahfud MD sebagai Menkopolhukam, Simak Faktanya

Hal tersebut sempat menuai protes dari umat Muslim dan non-Muslim selama setahun terakhir. Mereka menyebutkan bahaa hal itu tidak ilmiah dan tidak sensitif terhadap keyakinan agama Muslim.

Selain itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menyuarakan keprihatinan terhadap pemerintah Sri Lanka. Organisasi Kesehatan Dunia dan kelompok dokter Sri Lanka mengatakan korban COVID-19 dapat dikuburkan atau dikremasi.

Sri Lanka merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha yang mana merupakan kebiasaan bagi umat Buddha dan Hindu, kelompok agama terbesar kedua, untuk mengkremasi orang yang meninggal.

 
Anggota parlemen Muslim Rishard Bathiudeen mengatakan meski dia senang dengan jaminan Rajapaksa, pemerintah harus menerapkannya dengan mencabut aturan kremasi wajib.

“Banyak orang telah dikremasi sebelumnya dan keluarga mereka hidup dalam penderitaan yang luar biasa. Saya senang mereka menunjukkan belas kasih bahkan pada tahap ini, tetapi itu harus segera dilaksanakan karena orang-orang sekarat setiap hari," kata Bathiudeen yang dikutip tim PikiranRakyat-Pangandaran.com dari situs Al Jazeera pada Jumat, 12 Februari 2021.

Pelapor khusus PBB telah dua kali meminta pemerintah Sri Lanka untuk mempertimbangkan kembali kebijakan kremasi dalam surat yang dikirim ke pihak berwenang pada Januari tahun ini dan April 2020 lalu.

 
Dalam catatan terbaru mereka, para ahli PBB mengatakan praktik tersebut bertentangan dengan keyakinan Muslim dan komunitas minoritas lainnya di Sri Lanka dan itu dapat "menimbulkan prasangka intoleransi dan kekerasan yang ada".

"Meskipun kita harus waspada terhadap tantangan kesehatan masyarakat yang serius yang ditimbulkan oleh pandemi, langkah-langkah Covid-19 harus menghormati dan melindungi martabat orang meninggal, tradisi atau kepercayaan budaya dan agama mereka, dan seluruh keluarga mereka,” kata para ahli PBB pada Januari 2021.

Meenakshi Ganguly, direktur Asia Selatan di Human Rights Watch, mengatakan organisasi itu “sangat lega karena pemerintah Sri Lanka akhirnya tampaknya telah mendengar apa yang dikatakan para ahli selama ini," katanya dikutip dari Al Jazeera.

“Sementara banyak yang percaya bahwa keputusan ini untuk menangkal kritik lebih lanjut selama sesi Dewan Hak Asasi Manusia PBB yang akan datang, kami berharap pemerintah akan membuat pernyataan publik yang mencegah stigmatisasi Muslim di Sri Lanka dan akan mengumumkan reformasi untuk mengakhiri diskriminasi,” kata Ganguly.***
 

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x