PR PANGANDARAN – Tepat hari ini, 23 September, masyarakat Indonesia tengah merayakan Hari Maritim Nasional yang ke-56.
Sejarah di balik lahirnya perayaan ini tak lepas dari sosok Presiden RI yang pertama, Soekarno dan seseorang bernama Ir. Djuanda Kertawidjaja.
Wacana kemaritiman Indonesia kembali mencuat pasca kemerdekaan kala negeri seumur jagung itu tengah memperjuangkan daerah Irian Barat (sekarang Papua dan Papua Barat) dari cengkeraman Belanda.
Baca Juga: Radja Nainggolan Gerah, Arturo Vidal Gabung ke Inter Milan, Singgung Dibandrol Rp 17 Miliar
Mr. Wirjono Projodikoro dalam bukunya Hukum Laut Bagi Indonesia (1960), mengungkapkan bahwa Indonesia kala itu masih menerapkan peraturan maritim Belanda, “Territoriale Zee en Maritieme Kringen-Ordonnantie” yang membuat wilayah teritorial laut Indonesia hanya dihitung seluas 3 mil dari tiap-tiap pulau.
Hal tersebut membuat sebagian wilayah laut Indonesia merupakan laut bebas. Sehingga banyak kapal-kapal asing bebas melintas.
Sementara menurut Nina Pane dalam bukunya Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusuma-Atmadja (2015), sepanjang sengketa soal Irian Barat, armada laut Belanda dengan leluasa berlalu-lalang di Laut Jawa untuk mengirim pasukan tentara ke Irian Barat.
Baca Juga: Garut Dikepung Covid-19, Pemerintah Tegakkan Operasi Yustisi: Hari Ini Jumlah Pelanggar Berkurang
Lalu lalang tersebut justru terkesan show off force (unjuk kekuatan). Hal itu tentu dianggap suatu ancaman besar bagi keutuhan NKRI.
Melihat kenyataan tersebut, Ir. Djuanda beserta Panitia Rancangan Undang-Undang (RUU) Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim kemudian menggagas apa yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957.
Artikel Rekomendasi