Selidik Kasus: Masih Pantaskah Siswa SMA Sederajat Pelajari Materi Sejarah G30S PKI?

- 30 September 2020, 21:17 WIB
Ilustrasi penguburan pada peristiwa G30S/PKI./Twitter/@xlngg/
Ilustrasi penguburan pada peristiwa G30S/PKI./Twitter/@xlngg/ /

PR PANGANDARAN – Peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI) telah menyatu di dalam akar benak masyarakat Indonesia, tidak terkecuali bagi para pelajar, mahasiswa sampai kalangan elit politik. 

Jika ditanya perihal G30S, beberapa dari kita pasti langsung teringat dengan kata PKI di belakangnya.

Hal tersebut tidak akan lepas dalam ingatan setiap masyarakat Indonesia karena konstruksi sosial serta sosialisasi cukup masif dilakukan di era masa pemerintahan Orde Baru pada dua dekade lalu.

Baca Juga: Lamar Nathalie Holscher Disaksikan Andre Taulany, Sule Berjanji: Bersamamu Sampai Akhir Hayat Nanti

Baik dalam bentuk berbagai materi pelatihan pada masa pemerintahan Orde Baru maupun di kurikulum pendidikan.

Dengan sejalannya waktu, G30S PKI menjadi sebuah dialog yang diperdebatkan oleh berbagai para ahli yang ada seperti ahli sejarah hingga ahli pendidikan.

sehingga saat pelaksanaan kurikulum 2004, pada saat itu kata PKI sempat terhapus sehingga dalam teks, hanya tertulis G30S. 

Baca Juga: Merchant Baru ShopeePay Minggu ini Penuh dengan Fesyen dan Makanan Lezat

Hal tersebut membuat Kejaksaan Agung juga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia turun tangan serta ikut menarik paksa peredaran buku-buku tersebut yang telah diterbitkan di masyarakat.

Berdasarkan dari hasil penelitian dalam sebuah jurnal yang berjudul “Pembelajaran G 30 S Sebagai Isu Kontroversial Pada Mata Pelajaran Sejarah” yang diteliti oleh Edy Suparjan, ditemukan bahwasannya guru sejarah di SMA, MA dan sederajat dalam pengajarannya kepada para siswa masih menjelaskan dari versi pemerintah dengan PKI sebagai dalang tunggal dalam peristiwa tersebut.

Padahal dalam hal pembelajaran terkhusus pada sejarah, ada tiga prinsip yang perlu diperhatikan, salah satunya yaitu pembelajaran yang dilakukan haruslah adaptif terhadap perkembangan siswa serta perkembangan zaman.

Baca Juga: Jadi Korban G30S PKI, Putra ke-3 MT Haryono Berbagi Cerita Duka Mendalam Saat Orang Tuanya Dibunuh

Ia selaku peneliti juga memberikan pernyataan bahwa G30S PKI merupakan sebuah konspirasi akbar dari dua kubu dalam (politik). 

Pertama, konspirasi ketua PKI D.N Aidit bersama Biro Khusus, dalam hal ini Syam beserta perwira bawahan yang tidak puas terhadap pola kehidupan atasannya yang serba mewah, sementara perwira rendahan dalam keadaan ekonomi yang kurang.

Kedua, Konspirasi akbar Mayjen Soeharto bersama perwira intelijennya beserta bantuan dan keterlibatan Amerika dalam hal ini adalah CIA. 

Baca Juga: Cerita Keluarganya Diculik Gerombolan PKI, Ridwan Kamil: Luka Ini Begitu Dalam, Never Leave History

Karena nafsu politik D.N Aidit tidak mampu lagi dikendalikan, ia pun secara tergesa-gesa mengutus Biro Khusus untuk melakukan penculikan terhadap Dewan Jenderal.

Hal ini membuat kubu Soeharto berpeluang untuk menuduh PKI yang melakukan makar terhadap kekuasaan Soekarno. 

Setelah melihat kondisi politik yang kacau, kubu Soeharto pun berambisi untuk mengambil alih kekuasaan, hal tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966.

Baca Juga: Aksi Vandalisme Musala Hebohkan Publik, Pengamat Media: Jangan Disalahgunakan, Itu Pemicu Provokasi

Maka dari itu, selaku guru harus bisa memperbanyak sumber pengetahuan, baik dengan cara memperbanyak referensi untuk dibaca yang disesuaikan dengan kemajuan serta dengan perkembangan ilmu pengetahuan dengan menggunakan teknologi yang ada.

Selain itu, guru dalam menjelaskan peristiwa G30S PKI harus selayaknya mulai menjelaskan materi G30S PKI dari berbagai versi, sehingga para siswa dalam mempelajari materi sejarah dapat berpikir kritis, kreatif serta Inovatif.***

Editor: Suci Nurzannah Efendi


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x