Indonesia Terancam Rugi Besar-besaran Capai Rp 26,5 Triliun Akibat 16 Tuduhan Anti Dumping

- 9 Juni 2020, 07:23 WIB
ILUSTRASI bendera merah putih, bendera Indonesia*
ILUSTRASI bendera merah putih, bendera Indonesia* /PIXABAY/

PR PANGANDARAN - Indonesia terancam mengalami kerugian sebesar 1,9 miliar Dolar AS atau Rp 26,5 Triliun.

Hal ini lantanran sebanyak 16 mitra dagang tengah melakukan inisiasi tuduhan trade remedy terhadap produk ekspor Indonesia.

Dilaporkan Pikiran-rakyat.com, Sri Agustin selaku Plt Direktur Jenderal Luar Negeri Kemendag, mengatakan ada 16 tuduhan baru terjadi selama masa pandemi Covid-19.

Baca Juga: Gegara Puluhan Pedagang Reaktif Covid-19 Bahkan 4 Orang Positif, Bandung Tutup 3 Pasar Sekaligus

Adapun delapan produk diantaranya yang mendapat tuduhan baru anti dumping dan safeguard, yakni monosodium glutamat, produk baja, produk aluminium, produk kayu, produk benang tekstil, bahan kimia, mattress bed dan produk otomotif.

"Ini bisa menyebabkan hilangnya devisa negara yang diperkirakan senilai USD 1,9 miliar atau setara Rp 26,5 triliun,

"Suatu angka yang tidak sedikit di tengah kita membutuhkan sumber sumber devisa negara (saat pandemi)," ujarnya saat menjadi pembicara kunci dalam seminar daring, Senin 8 Juni 2020.

Baca Juga: Klaim Tiongkok Sabotase Vaksin Covid-19 Negara Barat, Senator: Mereka Sengaja Ingin Jadi Musuh AS!

Sebagaiaman diketahui, Trade Remedies adalah instrumen yang digunakan secara sah untuk melindungi industri dalam negeri suatu negara dari kerugian atau ancaman akibat praktek perdagangan tidak adil.

Hal ini diatur oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan prakteknya bisa berupa bea masuk anti dumping (BMAD) ataupun bea masuk tindak pengamanan sementara (BMTP) atau safeguards.

Lebih lanjut, Sri memaparkan, penggunaan instrumen anti dumping sepanjang periode 2014-2019 mengalami kenaikan 36 persen menjadi 244 kasus pada tahun 2014.

Baca Juga: Penganut PKI Dikabarkan Gencar Siapkan Markas Besar dan Mewah Berlogo Palu Arit, Cek Faktanya

Sementara itu tindakan trade remedy di Indonesia tercatat sebanyak 84 kasus dari pengenaan instrumen trade remedy global.

Indonesia berada pada peringkat delapan negara yang paling sering menjadi target dalam penyelidikan dan penerapan anti dumping measure di dunia.

Negara-negara yang paling sering menuduh Indonesia dengan instrumen remedy tercatat adalah India 54 kasus, Amerika Serikat 37 kasus, Uni Eropa 37 kasus, ASEAN 34 kasus dan Australia 28 kasus.

Baca Juga: Benar-benar Serupa, Astronom Jerman Temukan 'Kembaran Bumi' Lengkap dengan Bintang Mirip Matahari

Sementara itu, Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) Bachrul Chairi mengatakan semakin kuatnya tuduhan dumping terhadap produk ekspor Indonesia dipicu oleh pertumbuhan ekonomi global yang mengalami kontraksi di tengah pandemi Covid 19.

Hal ini berujung pada upaya pemberian tindak pengamanan dagang sebagai respons terhadap produk ekspor Indonesia.

Pada situasi tersebut, Bachrul mengatakan, nyaris semua negara melakukan tindakan memberikan insentif untuk ekspor, serta berupaya menghambat impor.

Baca Juga: Pantai Pangandaran Diserbu Wisatawan, Dinas Pariwisata: Warga Asal Bekasi dan Jateng Putar Balik!

"Dalam konteks pasar tujuan ekspor Indonesia sudah terlihat tendensi peningkatan penggunaan 'trade remedy tools' berupa tindakan anti dumping, tindakan anti-subsidi, dan safeguard," ujar Bachrul.

Selama masa pandemi Indonesia juga melakukan inisiasi penyelidikan sebanyak dua kasus terkait anti dumping oleh negara mitra dagang.

Menurut dia, ada kecenderungan penggunaan instrumen "trade remedy" digunakan sebagai proteksi industri dalam negeri.

Baca Juga: Tewas dengan Rahang Meledak, Sapi yang Tengah Hamil Sengaja di Bom Tetangga Hanya karena Kesal

Menurut Bachrul, potensi tuduhan tersebut dinilai cukup mengkhawatirkan karena industri dalam negeri mengalami penurunan produksi akibat pandemi.***

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah