Hari Puisi Sedunia, Mengingat Kembali Sosok Chairil Anwar ‘Si Binatang Jalang’, Pelopor Puisi Indonesia Modern

- 21 Maret 2022, 11:27 WIB
Perjalanan Chairil Anwar, Dimusuhi kelompok penyair Lekra, Pelopor Sastra Modern Angkatan 45
Perjalanan Chairil Anwar, Dimusuhi kelompok penyair Lekra, Pelopor Sastra Modern Angkatan 45 /https://Kemdikbud.go.id/

Baca Juga: 10 Rekomendasi Ucapan Menyambut Bulan Ramadhan 2022 1443 H, Bisa Dibagikan di Whatsapps dan Medsos Lainnya

Chairil Anwar menulis sampai dengan akhir hayatnya, yaitu pada tahun 1949. Pada tahun 1949 itu ia menghasilkan enam buah sajak, yaitu "Mirat Muda", "Chairil Muda", "Buat Nyonya N", "Aku Berkisar Antara Mereka", "Yang Terhempas dan Yang Luput", "Derai-Derai Cemara", dan "Aku Berada Kembali".

Kesungguhan Chairil untuk mencipta didukung oleh kesungguhannya mempelajari sajak-sajak para pujangga terkenal dari luar negeri.

Istrinya, Hapsah, mengatakan bahwa jika Chairil Anwar berada di rumah, tidak ada lain yang diperbuatnya kecuali membaca, sampai di meja makan pun ia membawa buku, menyuap nasi sambil membaca.

Chairil Anwar menerjemahkan sajak De Laatste Dag Der Hollanders op Jawa karya Multatuli dengan judul "Hari Akhir Olanda di Jawa".

Baca Juga: Kisah Rara Sang Pawang Hujan untuk Ajang MotoGP Mandalika 2022, Berapakah Honornya? Pasti Penasaran

Chairil juga menerjemahkan sajak The Raid karya John Steinbeck (Amerika) dengan judul "Kena Gempur". Sajak yang berjudul Le Retour de l'enfant prodigue karya Andre' Gide (Perancis) diterjemahkannya dengan judul "Pulanglah Dia Si Anak Hilang".

Menurut pengakuan Chairil Anwar sendiri, menulis sebuah sajak tidak dapat sekali jadi. Setiap kata yang ditulis harus digali dan dikorek dengan sedalam-dalamnya. Semua kata harus dipertimbangkan, dipilih, dihapus, dan kadang-kadang dibuang, yang kemudian dikumpulkan lagi dengan wajah baru.

Baca Juga: Semprotkan Air Ini Pada Aglonema, Dijamin Cepat Subur dan Berkilau

Dalam perjalanan kariernya sebagai penyair itu Chairil Anwar tidak sedikit mendapat tantangan. Dia mendapat tantangan dari Sutan Takdir Alisjahbana ketika Sutan Takdir Alisjahbana menolak penerbitan sajak Chairil di Pujangga Baru. Namun, Sutan Takdir Alisjahbana akhirnya mengakui kebesaran Chairil dan menyebut sajak-sajak Chairil sebagai "sambal pedas" yang "menikmatkan". 

Halaman:

Editor: Fikri Mahendra

Sumber: Kemendikbud


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x