Vaksin yang Disuntikkan ke Jokowi Disebut Gagal dan Harus Diulang, Satgas IDI Angkat Bicara

19 Januari 2021, 15:55 WIB
Presiden Jokowi menjalani vaksinasi Covid-19 di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu, 13 Januari 2021. / /ANTARA/HO/Setpres-Agus Suparto/wpa/hp/

PR PANGANDARAN – Vaksinasi yang dilakukan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Rabu, 13 Januari 2021 menimbulkan perdebatan di masyarakat.

Disebutkan jika vaksin yang disuntikan kepada Presiden Jokowi dianggap gagal dan harus diulang. Untuk meluruskan kabar ini, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Pengurus Besar IDI, Profesor Zubairi Djoerban angkat bicara.

“Selain Kristen Gray, yang meresahkan lagi adalah beredarnya pesan berantai di media sosial dan WAG tentang vaksinasi @jokowi yang dianggap gagal dan harus diulang. Pertanyaan ini diajukan terus oleh jurnalis kepada saya, entah kenapa. Biar clear, berikut jawaban saya,” cuitnya di akun Twitter @ProfesorZubairi dikutip oleh PikiranRakyat-Pangandaran.com pada Selasa, 19 Januari 2021.

Baca Juga: Berniat Kerja untuk Penuhi Keinginan Gempi, Gading Marten Dipinang Raffi sebagai Host di Okay Boss

Profesor Zubairi Djoerban menjelaskan awal mula kabar tersebut bisa berkembang yaitu bermula dari pesan seorang dokter di Cirebon yang menyatakan jika injeksi vaksin Sinovac seharusnya intramuskular (menembus otot) sehingga penyuntikannya harus dilakukan dengan tegak lurus atau 90 derajat.

Lalu dokter itu melanjutkan jika vaksin yang diterima Presiden Jokowi tidak menembus otot, karena tidak 90 derajat. Sehingga, vaksin tersebut dianggap tidak masuk ke dalam darah, dan hanya sampai di kulit (intrakutan) atau di bawah kulit (subkutan).

Profesor Zubairi Djoerban mengatakan jika klaim tersebut salah dan pemahaman dokter di Cirebon tersebut merujuk pada teori lama.

Baca Juga: Tak Pernah Meleset, Mbak You Ramal Kapan Pandemi Covid-19 Akan Berakhir

“Menyuntik itu tidak harus selalu tegak lurus dengan cara intramuskular. Itu pemahaman lama alias usang dan jelas sekali kepustakaannya. Bisa Anda lihat di penelitian berjudul "Mitos Injeksi Intramuskular Sudut 90 Derajat”,” ujarnya.

“Penelitian itu ditulis oleh DL Katsma dan R Katsma, yang diterbitkan di National Library of Medicine pada edisi Januari-Februari 2000. Intinya, persyaratan sudut 90 derajat untuk injeksi intramuskular itu tidak realistis,” sambungnya.

Profesor Zubairi Djoerban melanjutkan, trigonometri menunjukkan jika suntikan yang diberikan pada 72 derajat, hasilnya itu mencapai 95 persen dari kedalaman suntikan yang diberikan pada derajat 90. Artinya, apa yang dilakukan Profesor Abdul Muthalib sudah benar dan tidak diragukan.

Baca Juga: Bahas Dosa Raffi Ahmad Endorse Saham, Deddy Corbuzier: Masyarakat Ketipu oleh Influencer

Adapun mengenai risiko terjadinya Antibody Dependent Enhancement (ADE), yaitu kondisi di mana virus mati yang ada di dalam vaksin masuk ke jaringan tubuh lain dan menyebabkan masalah kesehatan.

Hal itu tidak terbukti di uji klinis satu, dua dan tiga pada vaksin Sinovac. Lebih jauh lagi, profesor Zubairi Djoerban juga membahas mengenai ukuran jarum suntik vaksin pada penderita obesitas, di mana mereka memiliki jaringan lemak yang banyak.

Hal ini membuat jarum suntik lebih sulit menembus otot sehingga nantinya dokter akan menentukan ukuran jarum suntik saat akan divaksin.***

Editor: Mela Puspita

Sumber: Twitter

Tags

Terkini

Terpopuler