Grebek Panti Pijat Plus-plus di Medan, Polisi Ungkap Ternyata Khusus Kaum Homoseksual

6 Juni 2020, 08:05 WIB
ILUSTRASI pijat.* /Pixabay/

PR PANGANDARAN - Setidaknya 11 orang laki-laki berhasil ditangkap pihak kepolisian Polda Sumatera Utara akibat menjalankan praktik pijat plus-plus.

Tidak hanya itu, praktik pijat plus-plus ini berbeda dengan panti pijat kebanyakan, karena dikhususkan bagi mereka kaum homoseksual.

Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumut Kombes Pol Irwan Anwar menerangkan, awal terbongkarnya kasus ini.

Baca Juga: Ironis, 253 Jemaah Haji Kota Sukabumi Terancam Masuk Daftar Tunggu 18 Tahun, Imbas Haji 2020 Batal

Ia mengungkap pihak kepolisian Sumut telah lama mendalami informasi adanya praktik panti pijat khusus kaum homoseksual.

Penggerebekan dilakukan pada Sabtu, 31 Mei 2020 lalu, di Komplek Setia Budi, Medan Sunggal.

Berdasarkan informasi pertama yang berhasil didapat pihak kepolisian, ada yang janggal dari panti pijat ini.

Baca Juga: Catat Waktunya! Gerhana Bulan Penumbra dan Purnama Bulan Stroberi Beberapa Periode Malam Ini

Semua terapis berjenis kelamin laki-laki dan seluruh pengunjung atau klien laki-laki juga.

“Panti pijat ini menjadi aneh karena terapisnya adalah laki-laki dan yang menyiapkan fasilitas adalah laki-laki. Selain itu, dari hasil penyelidikan diketahui klien atau pasiennya juga semuanya laki-laki,” ungkapnya.

Dari lokasi penggerebekan, polisi menyita ratusan alat kontrasepsi, belasan handphone, sex toys, minyak pelumas, dan sejumlah uang.

Baca Juga: Pantai Pangandaran Dibuka Hari Ini, Pasien Positif Covid-19 Malah Bertambah 2 Orang

“Alat kontrasepsi yang utuh dibawa ke Polda Sumut dan yang bekas pakai dibuang,” ujarnya.

Artikel ini pernah tayang di PikiranRakyat-Depok dengan judul Polisi Ungkap Praktik Pijat Plus-plus Kaum Homoseksual.

Menurutnya, aktivitas menyimpang seperti ini sifatnya memang tertutup dan terbatas.

Baca Juga: KABAR BAIK Pasien Pulih Covid-19 Naik 551 dalam Sehari, Total Kesembuhan RI Nyaris 10 Ribu Orang

Selain itu, pelaku sudah mempunyai jaringan, atau sel-sel komunikasi yang bisa mempertemukan antara mereka dengan para pengguna.

“Kami dalami, ada alat grup yang mereka gunakan. Dari hasil pemeriksaan pelaku lebih kurang sudah dua tahun menjalankan kegiatan terlarang tersebut,” tuturnya.

Dalam kasus ini, pelaku A disangkakan melanggar Undang Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Baca Juga: Asteroid Sebesar Lapangan Sepak Bola Akan Lintasi Bumi, Ahli: Potensi Timbulkan Bencana Besar

“Dalam pasal ini disebutkan bahwa untuk merekrut menampung dan menerima orang untuk tujuan eksploitasi, atau pemanfaatan fisik dan seksual dipidana seringan-ringannya 3 tahun, dan selama-lamanya 15 tahun. Denda paling sedikit Rp 120 juta dan maksimal Rp 600 juta,” ungkapnya.

Selanjutnya, pelaku juga bisa dijerat dengan pasal 296 KUHP pidana yaitu menyebabkan atau memudahkan terjadinya perbuatan cabul.***

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Pikiran Rakyat Depok

Tags

Terkini

Terpopuler