Ada Istilah Baru 'long Covid' yang Menyerang Jantung hingga Otak, Simak Penjelasannya di Sini!

- 12 Februari 2021, 15:45 WIB
Ilustrasi perawatan untuk fenomena Long Covid-19
Ilustrasi perawatan untuk fenomena Long Covid-19 /Pixabay/Geraldoswald62

PR PANGANDARAN - Terdapat istilah baru pada pandemi Covid-19 yang disebut sebagai 'long Covid'. Tetapi, hal tersebut bukanlah virus varian baru dari Covid-19, melainkan hanya efek samping dari Covid-19.

Dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari situs Antara, dokter spesialis paru lulusan Universitas Brawijaya (Unbraw), Sylvia Sagita Siahaan mengatakan bahwa 'long Covid' bukanlah Covid-19 yang masih terjadi, melainkan keluhan pasca pasien sembuh.

"Mereka (dengan 'long Covid-19) terus ada keluhan dan ternyata paling banyak dirasakan dari paru seperti sesak, batuk. Di organ lain termasuk jantung, berhubungan dengan sel saraf, gangguan penciuman, kelainan otak seperti sering linglung, lupa dan cenderung seperti depresi," kata dia dalam bincang interaktif yang digelar INSISI pada Kamis malam, 11 Februari 2021.

Baca Juga: Dianggap 'Terlalu Seksi', Facebook Blokir Foto Sapi Hasil Fotografer Inggris

Keluhan 'long Covid' umumnya dialami mereka yang pernah terkena Covid-19 dengan gejala sedang dan berat atau kritis.

Durasi keluhan 'long Covid' bisa dirasakan berbulan-bulan meskipun hasil pemeriksaan klinis menunjukkan kondisi pasien sudah normal. Penderita 'long Covid' sering merasa khawatir jika melakukan aktifitas yang berat, tak jarang kemudian merasa cemas dan tiba-tiba sesak.

"Ada pasien saya post (Covid-19) dari ICU, masih muda. Sudah selesai terkena Covid-19 dia merasa takut bersepeda, apalagi kalau sendirian. Takut tidak bisa pada trek menanjak, cemas tiba-tiba sesak. Padahal secara pemeriksaan tidak apa-apa," tutur Sylvia.

Baca Juga: Kesampingkan Perpecahan, Kelompok Etnis Myanmar Bersatu Lawan Kudeta Militer: Ini Pertarungan

Kriteria seseorang dinyatakan sembuh dari Covid-19 saat hasil tes swab PCR menunjukkan dua kali negatif dalam jangka waktu lebih dari 24 jam.

Maka, apabila dua hasil tes PCR sudah menyatakan negatif barulah dia disebut sembuh, terutama apabila disertai perbaikan dari hasil pemeriksaan klinis seperti rontgen ataupun laboratorium.

Menurut Sylvia, penyintas Covid-19 yang kembali menjalani perawatan karena merasakan gejala penyakit akibat virus SARS-CoV-2 kemungkinan mengalami 'long Covid' dan bukan mengalami infeksi ulang yang kasusnya relatif jarang.

Baca Juga: Istri Dianggap Terlalu Seksi hingga Maell Lee Gandeng 11 Pengacara, Begini Alasan Ratna Juwita Diceraikan

"Yang penting kalau sudah melawati masa akut Covid-19, sudah ada konversi swab atau sempat negatif dengan perbaikan klinis, saya rasa dia sudah sembuh. Secara teori memang virus hanya 10 hari ada di dalam tubuh, hanya di satu sisi penyakit ini baru masih banyak yang harus kita pelajari," tutur dia.

Perbaikan gejala yang merupakan sisa kerusakan akibat Covid-19 biasanya membutuhkan waktu. Orang perlu menyesuaikan kondisi diri saat akan melakukan aktivitas atau dengan kata lain tak memaksakan diri.

Pakar kesehatan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Vito A. Damay mengingatkan kepada penyintas Covid-19 untuk tetap mengkonsumsi makanan bergizi yang seimbang, termasuk protein dan zat miko sembari mengiringi proses pemulihan dari gejala yang pernah dialami.

"Asupan gizi dipenuhi, makan protein yang banyak supaya pembentukan sel kembali baik, konsumsi zinc, antioksidan, vitamin E untuk pemulihan," ujar dia.***

 
 

Editor: Nur Annisa

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x