Pemerintah Indonesia Dituding Tidak Ramah dan Represif Terhadap Kaum Islamis, Wamenag: Itu Keliru!

- 29 September 2020, 17:01 WIB
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi /indonesiainside.id

PR PANGANDARAN – Seorang Profesor Australian National University (ANU), Greg Fealy pernah menyinggung Pemerintah Indonesia karena dinilai tidak ramah terhadap keberagaman dan represif kaum islamis.

Penilaian Fealy tersebut lantas ditanggapi Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi. Wamenag menilai bahwa penilaian Greg Fealy tersebut keliru.

Pernyataan Fealy tersebut, kata Wamenag, didasarkan setelah Fealy melihat penerbitan berbagai aturan diskriminatif di lembaga milik negara.

Baca Juga: Alasan Mengapa Wajib Kunjungi Pulau Bintan, Nikmati Sensasi Berlayar hingga Makan di Tempat Terapung

Misalnya, larangan cadar dan cingkrang bagi ASN, serta adanya beberapa Islamis yang disingkirkan dari posisi strategis atau ditolak promosi.

“Penggunaan istilah ‘Islamisme’ oleh Greg Fearly keliru atau kurang tepat. Apalagi mencontohkannya dengan celana cingkrang dan cadar.

"Pemerintah mendukung penuh segala bentuk aktivitas umat beragama yang mengarah pada penguatan pemahaman, pengamalan, dan penghayatan nilai-nilai agamanya. Tidak hanya Islam, tapi semua agama,” ujarnya.

Baca Juga: Bukan Sembarangan, Begini Alasan Najwa Shihab Wawancara 'Monolog' Menkes Terawan dengan Kursi Kosong

Dalam hal ini, Wamenag menjelskan bahwa Indonesia bukan negara agama, namun juga bukan negara sekuler. Menurutnya, Indonesia merupakan negara yang masyarakatnya dikenal religius.

Maka dari itu, nilai dan ekspresi keberagamaan sangat mewarnai relasi antara agama dan negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Hal itu tidak mungkin dibatasi, apalagi diingkari dan direpresi,” jelasnya. 

Baca Juga: Merchant Baru ShopeePay Minggu ini Penuh dengan Fesyen dan Makanan Lezat

“Upaya meningkatkan kehidupan keagamaan justru terus dilakukan oleh negara melalui Kementerian Agama yang bersinergi dengan ormas, majelis, dan lembaga keagamaan,” lanjut Wamenag.

Dilansir Kemenag, Wamenag menjelaskan bahwa di era globalisasi saat ini, Indonesia dan juga negara lainnya, menghadapi tantangan infiltrasi paham transnasional, baik dalam bentuk liberalisme, sekularisme, maupun ekstrimisme.

Wamenag menyampaikan, Infiltrasi nilai-nilai yang berpotensi merusak tatanan kemasyarakatan Indonesia yang religius inilah yang perlu diantisipasi.

Baca Juga: Tabrakan Padaherang Berujung Maut, 2 Orang Pengendara Tewas dengan 5 Motor Rusak Total

Maka dari itu, penguatan toleransi dan moderasi beragama menjadi salah satu upaya yang dilakukan pemerintah. 

“Jadi bukan Islamisme. Yang kita mitigasi dan antisipasi adalah berkembangnya paham dengan tiga karakter, yaitu: Anti Pancasila dan NKRI, ekstrem dan anarkis sehingga sampai menistakan nilai-nilai kemanusiaan, serta intoleran, terjebak pada klaim kebenaran dan fanatisme kelompok,” katanya.

“Pendekatan yang dilakukan Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penilaian Greg Fearly terkait tindakan represif jelas tidak tepat,” ujar Wamenag.

Baca Juga: 7 Tips ala Dokter Reisa Broto Asmoro Sembuh dari Covid-19 bagi Orang Tanpa Gejala

Wamenag manyampaikan bahwa masyarakat harus terus menjaga, merawat, serta meningkatkan kerukunan umat beragama di Indonesia.

Menurutnya, sejak tahun 2015-2019, angka rata-rata indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) dilihat dari hasil survei Balitbang-Diklat Kemenag, berada di atas angka 70 atau pada kategori tinggi.

Sedangkan pada tahun 2019 berada pada indeks KUB dengan angka 73,83.

“Indeks ini memperlihatkan bahwa kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia adalah baik, dan itu yang terus dijaga pemerintah dan masyarakat,” tandasnya. ***

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: Kemenag


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah