Beda dari Atlet Indonesia, Peraih Medali Olimpiade Korea Diprotes Gegara Diberikan Bonus 'Mudah Beli Rumah'

- 4 Agustus 2021, 19:00 WIB
ilustrasi Olimpiade.
ilustrasi Olimpiade. /Bryan Turner/unsplash.com/@bt_optics

PR PANGANDARAN - Sorak-sorai pemerintah hingga masyarakat Indonesia pada peraih medali Olimpiade rupanya begitu dirasakan atlet dari Korea.

Di Indonesia, peraih medali Olimpiade disambut dengan meriah hingga dibanjiri apresiasi atau bonus.

Berbeda dengan Korea, peraih medali Olimpiade di Indonesia mendapat rumah, tanah, emas, dan kado lain dari berbagai pihak.

Baca Juga: Manfaat Aplikasi PeduliLindungi Terus Ditingkatkan Kominfo, Ini Fitur Barunya

Di sisi lain, peraih medali Korea justru menjadi sasaran amarah karena pemerintahnya memepermudah mereka untuk membeli rumah.

Sebagaimana PikiranRakyat-Pangandaran.com lansir dari The Korean Times, pemerintah Korea memberi kesempatan para atlet mereka untuk membeli rumah dengan mudah.

Hal ini ternyata memicu kemarahan di antara beberapa anak muda di tengah melonjaknya harga rumah.

Baca Juga: Belum Banyak yang Tahu, 17 Idola KPop Pria Ini Ternyata Anak Tunggal Dalam Keluarga, Ada Lay EXO

Isu "keadilan" mengenai manfaat yang diberikan kepada peraih medali Olimpiade di sini telah menjadi sorotan karena termasuk kesempatan untuk membeli rumah melalui program penyediaan khusus.

Hal ini bermula dari beberapa anak muda mengangkat masalah bagaimana susahnya membeli rumah di sana.

Banyak anak muda yang kesulitan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam membeli rumah dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: Kalah dari Greysia-Apriyani di Final Olimpiade, Atlet Tiongkok Ini Kini Terancam Hukuman, Ini Sebabnya

Kesulitan dalam membeli rumah ini tak lepaa dari kebijakan Moon Jae-in, dengan tujuan untuk mengendalikan harga rumah yang tidak smekain tak terjangkau.

Sebagai apresiasi, atlet Korea yang meraih medali di Olimpiade atau Kejuaraan Dunia memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan rumah melalui program khusus, sesuai dengan aturan penyediaan perumahan dari Kementerian Pertanahan, Infrastruktur dan Transportasi.

Aeorang pria berusia 35 tahun yang bekerja sebagai instruktur di sebuah institut swasta di Incheon memprotes masalah ini.

Baca Juga: Prediksi Ikatan Cinta 5 Agustus 2021: Mama Sarah Buat Perhitungan pada Andin karena Penjarakan Elsa

Ia menganggap bahwa bonus atau apresiasi yang dibwrikan pada atlet diniali terlalu banyak.

"Peraih medali Olimpiade menerima imbalan finansial yang besar dan pensiun bulanan untuk prestasi mereka. Atlet pria dibebaskan dari wajib militer negara. Saya pikir menawarkan rumah selain tunjangan ini terlalu banyak," ujarnya.

Ia bahkan menilai bahwa banyak anak muda yang berpikiran sama karena banyak orang yang menganggap mustahil.membeli apartemen.

Baca Juga: Fitur Baru WhatsApp View Once Telah Dirilis, Begini Cara Menggunakannya

"Banyak anak muda termasuk saya sendiri yang menganggap manfaat penyediaan rumah khusus untuk peraih medali tidak adil karena kami bahkan tidak berani bermimpi membeli apartemen karena harganya yang mahal, meskipun kami bekerja sangat keras," ujatnya.

Kementerian Kebudayaan, Olahraga, dan Pariwisata memberikan penghargaan 63 juta won (Rp.788,922,290.52) untuk setiap medali emas, 3 juta won (Rp438 Juta) untuk perak, dan 25 juta won (Rp313 Juta) untuk perunggu.

Peraih medali dari acara tim pun menerima 75 persen dari pembayaran yang diberikan kepada atlet individu.

Baca Juga: Arie Untung Berduka Atas Meninggalnya Ibunda Irwansyah: 2 Bulan Lalu Ketemu Masih Sehat

Setiap asosiasi dan federasi juga memberikan hadiah uang tunai secara terpisah kepada peraih medali.

Pemanah An San, peraih tiga medali emas di Olimpiade Tokyo, akan ditawari total hadiah uang sebesar 157,5 juta won dari kementerian kebudayaan, selain 95 juta won dari Yayasan Promosi Olahraga Korea dan 1 juta won di pensiun bulanan selama sisa hidupnya.

Untuk bagiannya, Asosiasi Panahan Korea diharapkan menawarkan hadiah uang tunai sekitar 500 juta won kepadanya.

Baca Juga: Kim Jong Un Tertangkap Kamera Miliki Perban Memanjang di Belakang Kepalanya, Ternyata Ini Alasannya

Negara ini pertama kali memperkenalkan program penyediaan kandang bagi peraih medali pada tahun 1983, setahun sebelum Olimpiade Musim Panas Los Angeles, untuk meningkatkan moral para atlet.

Memberikan kualifikasi untuk mengajukan permohonan rumah melalui program tidak berarti bahwa peraih medali ditawarkan apartemen tanpa syarat.

Mereka harus bersaing dengan orang lain yang mengikuti program ini, termasuk orang-orang yang memiliki prestasi nasional, seperti veteran perang, untuk memenangkan langganan apartemen.

Baca Juga: Roy Suryo Soroti 3 Pesawat Kepresidenan yang Dicat Ulang, Ini Kisaran Biayanya

Tetapi memang benar bahwa program ini menawarkan peluang yang jauh lebih tinggi untuk memenangkan langganan, dibandingkan dengan penjualan umum.

Netizen pun mengungkapkan keluhannya di medi sosial.mengenai bonus atau apresiasi dari pemerintah ini.

"Sudah tujuh tahun sejak saya menikah, tetapi istri saya dan saya masih belum memiliki rumah. Kami tidak tahu apakah kami akan melakukannya," tulis seorang pria dalam komentar di bagian berita Naver.

Baca Juga: Sempat Terkena Hoaks, Ibunda Irwansyah Dikabarkan Tutup Usia Tak Lama usai Suami Berpulang

Ia melanjutkan, "Banyak teman saya bahkan menunda pernikahan karena masalah perumahan. Waktu telah berubah. Menawarkan rumah peraih medali adalah kebijakan yang sudah ketinggalan zaman."

Komentator lain menunjukkan bahwa peraih medali Olimpiade terkadang termasuk pemain bisbol atau sepak bola profesional yang menghasilkan miliaran won dalam gaji tahunan.

"Mereka sudah mendapatkan banyak uang untuk usia mereka. Tidak masuk akal untuk menawarkan manfaat penyediaan rumah khusus," tulis orang itu.

Baca Juga: Tiongkok Melaporkan Jumlah Harian Tertinggi Kasus Covid-19 Lokal Sejak Januari 2021

Meski demikian, ada p[la netizen yang mendukung bonus untuk atlet peraih medali Olimpiade ini.

Mereka mengatakan bahwa peraih medali layak mendapatkannya karena berkontribusi dalam meningkatkan prestise nasional dan meningkatkan minat masyarakat pada acara olahraga yang tidak populer.

"Saya mendengar beberapa atlet di acara olahraga yang tidak populer mengalami kesulitan keuangan. Jika mereka membuat prestasi di panggung internasional setelah mengatasi semua kesulitan, maka negara wajib melakukan sesuatu untuk mereka," kata wanita berusia 39 tahun yang bekerja untuk sebuah kata perusahaan konsultan di Seoul.***

Editor: Imas Solihah

Sumber: The Korean Times


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah