Bongkar Kisah Nenek Reza Rahardian, Sejarawan: Pejuang 10 November hingga 20 Tahun Hilang Gegara PKI

- 9 Juli 2020, 10:40 WIB
Reza Rahadian.*
Reza Rahadian.* /ISTIMEWA/

PR PANGANDARAN - Belakangan ini isu Partai Komunis Indonesia makin santer terdengar, ditambah dengan adanya Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) kemarahan publik semakin menjadi.

Sejumlah ormas menilai RUU HIP akan merusak nilai pancasila di Indonesia dan membangkitkan paham komunisme.

Kegaduhan terkait persoalan itu berujung pada pembakaran bendera PDI perjuangan dan PKI yang memicu banyak kemarahan di kubu partai.

 Baca Juga: Kekesalan Jokowi ke Para Menteri: WFH 3 Bulan Kayak Cuti Malahan, Padahal Kondisi Kian Krisis

Dilaporkan Pikiran-Rakyat.com, Profesor Riset bidang Sejarah, Asvi Warman Adam, menyatakan fenomena munculnya kembali isu Partai Komunis Indonesia (PKI) diakibatkan kepentingan politik menuju Pemilu 2024.

Hal itu disampaikan Asvi dalam diskusi virtual bertema “Ngeri-Ngeri Kebangkitan PKI” yang dipandu Bonnie Triyana, di Jakarta, Selasa, 7 Juli 2020.

Sejarawan yang bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menengarai pihak yang melakukannya ingin menegakkan kembali kekuasaannya, persis sama dengan cara yang dulu dilakukan Orde Baru.

Baca Juga: Dituding Berzina hingga Digrebek oleh Media, Angel Lelga Beberkan 'Penjebakan' Vicky Prasetyo

Yakni menjadikan komunisme sebagai musuh bersama.

“Padahal, faktanya, Komunisme itu sudah punah dengan adanya TAP MPRS yang isinya membubarkan PKI dan melarang ajaran komunisme, sudah berlaku sejak 1966 serta bertahan hingga saat ini,” kata Asvi.

Ia mengangkat kisah Reza Rahadian, aktor terkenal saat ini yang memiliki nenek bernama Fransisca Casparina Fanggidaej.

Baca Juga: Dari Cinema XXI hingga CGV, Berikut 7 Bioskop yang Akan Dibuka Serentak pada 29 Juli 2020

Neneknya itu merupakan anggota Parlemen Indonesia yang kebetulan di tahun 1965 sedang berada di Beijing. Mengetahui situasi politik terkait PKI saat itu, Fransisca memilih bertahan dan tak kembali, supaya anak serta keluarganya tak dikaitkan dengan PKI.

Padahal, Fransisca sudah berjuang untuk kemerdekaan RI dan ikut terlibat di perjuangan 10 November 1945 di Surabaya.

"Dia dekat Soekarno, dan takut pulang. Selama 20 tahun di Tiongkok, lalu minta suaka ke Belanda. Dari sana dia mengabarkan ke keluarganya bahwa dia masih hidup. Bayangkan dia memendam rahasia 20 tahun. Bayangkan hidup anaknya di Indonesia. Dia khawatir kalau anaknya dia beritahu pada 1965, anak-anaknya ditangkap," kata Asvi.

Baca Juga: Tiongkok hingga Eropa Diklaim Asal Covid-19, Ilmuwan: Sulit, Awal Virus Hanya Akan Jadi Misteri

Bagi Asvi, sama seperti anak keluarga terkait pemberontakan DI/TII, PRRI/Permesta, dan RMS, seharusnya anak-anak keluarga yang dikaitkan PKI tak menjadi korban. Sebab kesalahan orang tua tak seharusnya menjadi tanggung jawab anak dan cucu.

"Saya ingin katakan bahwa partai dan DPR itu bersih dari PKI. Jangan ada tuduhan lagi. Tak ada partai yang PKI sekarang ini. Kalau ada buktinya langsung laporkan ke bareskrim. Tak ada di parlemen kita itu PKI. Bahaya laten PKI adalah halusinasi menurut saya," ucap Asvi.

Diingatkan oleh Asvi, di era Orba, isu PKI dipertahankan untuk kepentingan Pemerintah dan rejim berkuasa, dengan menghancurkan orang yang bersikap kritis. Isu PKI juga digunakan ketika hendak mengambil tanah rakyat dengan mudah.

Baca Juga: Tiongkok hingga Eropa Diklaim Asal Covid-19, Ilmuwan: Sulit, Awal Virus Hanya Akan Jadi Misteri

“Maka di Orba, setiap jelang 30 September, pasti ada temuan bendera dan kaos PKI. Itu jaman Orba. Sekarang, makin rutin karena ada kelompok kepentingan yang mau angkat isu komunisme itu,” kata Asvi.

Kata Asvi, gerakan mereka semakin menggema karena perkembangan teknologi informasi disertai kurangnya literasi masyarakat dalam menyaring bahan-bahan kampanye yang disebarkan. Informasi sangat mentah dan sumir itu sengaja disebarkan berulang dan terus menerus.

“Dan hal itu didukung pula oleh proyek Desoekarnoisasi yang dilaksanakan selama masa berkuasanya Orde Baru. Akumulasi semua hal itu juga yang terjadi dalam polemik pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP),” ucap dia.

Baca Juga: Seputar Informasi, Ternyata 6 Makanan ini Tidak Boleh Dikonsumi Mentah. Wortel Salah Satunya

Asvi juga tak memungkiri, stigmatisasi PKI masih menjadi alat politik yang digunakan sebagai senjata menuju pemilu 2024. Masalahnya, dalam mengangkat isu itu, stigma terhadap anak-anak dan keturunan keluarga terlibat PKI masih diteruskan.

"Itu bagi pandangan saya seharusnya diluruskan. Kalau seseorang jadi PKI, anaknya tak menanggung dosa dia. Itu sama dengan jika seorang ayah melanggar hukum, anaknya kan tak harus diadili. Kita tak menganut dosa turunan. Kalau ortunya PKI atau ormas kiri, anaknya tak otomatis menganut komunis. Apalagi ajaran itu tak bisa lagi dikembangkan di Indonesia," kata dia.

Dia lalu memberikan contoh bagaimana tudingan tak berdasar itu merugikan DPR dan partai seperti PDI Perjuangan yang memiliki anggota bernama Ribka Tjiptaning.

Baca Juga: Negara Akan Malu Jika Tak Mampu Tangkap Djoko Tjandra, RI Aktifkan Kembali Tim Pemburu Koruptor

Kelanjutan artikel ini telah tayang di Zonajakarta.pikiran-rakya.com dengan judul

https://zonajakarta.pikiran-rakyat.com/infotainment/pr-18589193/silsilah-keluarga-aktor-reza-rahadian-dibongkar-sejarawan-neneknya-20-tahun-sembunyi-gara-gara-pki?page=5

 

***

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Pikiran Rakyat Zona Jakarta


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x