Oposisi Thailand 'Dibungkam' Setelah Curiga Siam BioScience Produksi AstraZeneca di Asia Tenggara

1 Februari 2021, 11:00 WIB
Bendera Thailand. //Pexels

PR PANGANDARAN - Gerakan progresif dari oposisi Thailand, Thanathorn Juangroongruangkit telah mendapat warning dari Pengadilan Thailand untuk menghapus tuduhan penuh curiga di media sosial terkait kebijakan vaksin Covid-19 yang tidak jelas dan dianggap secara tidak adil mendukung perusahaan farmasi, Siam BioScience yang dimiliki oleh raja untuk produksi AstraZeneca.

Hanya saja, sebagai oposisi Thailand, Thanathorn Juangroongruangkit membantah video tuduhan penuh curiga itu ilegal, sekaligus mendesak YouTube dan Facebook untuk menjaga kebebasan berekspresi terkait pengamatan kepada Siam BioScience yang mau produksi vaksin Covid-19 AstraZeneca.

Kementerian Digital Thailand mengatakan, Pengadilan Kriminal menilai unggahan oposisi Thailand, Thanathorn di media sosial dan situs web gerakannya dapat melanggar keamanan nasional, terutama terkait curiga kepada Siam BioScience yang mau produksi vaksin Covid-19 AstraZeneca.

Baca Juga: Darrell Semien, Pria yang Jasadnya Ditolak Pemakaman Hanya karena Merupakan Orang Kulit Hitam

Ini disebabkan isi video-video tersebut jelas menuduh pemerintah, dalam hal ini Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha disebut kurang transparan dalam mengizinkan Siam Bioscience yang dimiliki oleh Raja Maha Vajiralongkorn, untuk memasok sebagian besar dosis dari merk AstraZeneca, meski kurang pengalaman produksi vaksin.

Melansir dari Channel News Asia, ada seorang kritikus mengatakan PM Prayut mencurangi pemungutan suara pada 2019 untuk mempertahankan kekuasaan, tuduhan yang dia bantah dan dianggap telah melanggar tabu nasional dengan semakin mengkritik monarki.

Sebagai informasi, Siam Bioscience menerima dana sebesar 600 juta baht (sekitar Rp281 miliar) dari pemerintah untuk mengembangkan kapasitas dalam memproduksi vaksin AstraZeneca di dalam negeri dan di seluruh Asia Tenggara.

Sedangkan pengadilan setempat tidak berkomentar saat dihubungi terkait ini, melansir dari Reuters.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: Perayaan Imlek Pertama Kali Ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional pada 1 Februari 2003

Namun begitu, Gerakan Thanathorn mengatakan belum menerima keputusan itu.

"Kami terus menekankan bahwa konten tersebut tidak salah atau merupakan ancaman bagi keamanan nasional," cuitt Pannika Wanich, seorang anggota Gerakan Progresif terkemuka.

"Kami berharap YouTube dan Facebook akan mendukung hak dan kebebasan berekspresi," tambahnya dalam cuitan.

Selama 10 tahun terakhir, Gerakan Thanathorn dilarang berpolitik setelah pengadilan membubarkan Partai Maju Masa Depan pada tahun lalu karena pinjaman yang dianggap ilegal, meski sudah membantah tuduhan tersebut.

Sekarang pemerintah telah mengajukan kasus terhadap Thanathor atas video tersebut, menuduhnya menghina keluarga kerajaan, tuduhan yang dapat dihukum hingga 15 tahun penjara.

Baca Juga: Lirik Lagu Cahaya Dalam Kegelapan - SBY

Hanya saja, , Pemerintah teguh mengklaim manufaktur Siam Bioscience berada di jalur yang tepat untuk mengirimkan batch pertama sebanyak 61 juta dosis kepada publik pada bulan Juni.

Belum ada komentar langsung dari Thanathorn atau Siam Bioscience atas keputusan pengadilan tersebut, sementara istana secara tradisional tidak mengomentari perselisihan politik.

Sementara itu, Thailand pada Minggu 31 Januari 2021 melaporkan 829 kasus virus korona baru, sehingga total menjadi 18.782 kasus dan 77 kematian, sejak wabah dimulai pada Januari tahun lalu.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Channel News Asia

Tags

Terkini

Terpopuler