PR PANGANDARAN - Pasangan di Tiongkok ramai-ramai segera bercerai dengan mengajukan aplikasi untuk membubarkan pernikahan mereka.
Banyak di antara pasangan itu yang cemas dengan aturan perceraian baru yang telah diterapkan oleh pemerintah Tiongkok.
Undang-undang baru yang sempat viral dibahas di dunia maya itu mereka anggap akan mempersulit bagi setiap pasangan yang sepakat memilih untuk bercerai.
Baca Juga: Jadwal Acara TV Hari Ini Kamis, 18 Februari 2021, Trans TV, NET TV, MNC TV, dan RCTI
Dilansir PikiranRakyat-Pangandaran.com dari laman India Times pada Selasa, 16 Februari 2021, undang-undang baru itu telah diterapkan sejak 1 Januari 2021 setelah disahkan oleh Kongres Rakyat Nasional tahun lalu.
Undang-undang itu memuat aturan bahwa pasangan yang sama-sama setuju untuk bercerai harus menyelesaikan periode "tenang".
Periode itu diwajibkan selama sebulan agar pasangan dapat mempertimbangkan kembali keputusan mereka.
Baca Juga: Kaki Dingin Dapat Sebabkan Anemia dan Diabetes, Berikut 7 Cara Menjaga Kaki Anda Agar Tetap Hangat
Setelah 30 hari berlalu, pasangan dapat pergi ke biro urusan sipil setempat untuk mengajukan permohonan kedua kalinya untuk dokumen resmi perceraian mereka.
Menurut sejumlah pihak, poses itu dianggap sangat rumit dan orang-orang merasa itu membahayakan kebebasan mereka untuk bercerai.
Bahkan, ketika salah satu pihak menarik diri dari perjanjian untuk bercerai sebelum 30 hari berlalu, aplikasi tersebut dibatalkan.
Pihak lain dipersilahkan untuk mengajukan permohonan lagi dan memulai kembali waktu 30 hari atau untuk menuntut cerai.
Dengan proses semacam itu, perceraian yang diharapkan oleh pasangan akan memakan biaya yang mahal dan menghabiskan waktu yang panjang.
Sementara itu, banyaknya pasangan yang ingin segera bercerai membuat pengacara perceraian telah dibanjiri dengan permintaan.
Baca Juga: Kian Memanas! Dihalangi Beli Vaksin dari Jerman, Taiwan Salahkan Tiongkok
Pasangan-pasangan itu menghubungi pengacara saat mengajukan gugatan cerai setelah 30 hari mereka berakhir.
Sejumlah kota seperti Guangzhou, bahkan menerima permintaan konsultasi dengan pengacara perceraian yang sangat tinggi.
Sehingga, para calo mengenakan harga premium secara online untuk membantu pasangan mengamankan janji temu.
Sebuah media pemberitaan setempat, ketika undang-undang itu disahkan pada Mei tahun lalu, warga Tiongkok mengkritik pemerintah pusat lantaran dianggap telah mencampuri urusan pribadi warganya.
Lebih dari 600 juta komentar diposting online menggunakan hashtag "menentang perceraian periode pendinginan".
Komentar itu bahkan menjadi topik trending teratas online, dengan pengguna internet yang ingin tahu apakah orang Tiongkok tidak lagi memiliki kebebasan untuk bercerai sesuai pilihan mereka.
Statistik menunjukkan bahwa tingkat perceraian di Tiongkok telah meningkat dari 0,96 perceraian per 1.000 orang pada tahun 2000 menjadi 3,36 pada tahun 2019.
Angka tersebut tergolong tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan Asia-Pasifik.***