Wajibkan Pelajaran Agama Hindu di Madrasah, Pemerintah India Tuai Kecaman Ulama Muslim

- 12 Maret 2021, 11:15 WIB
Bendera India
Bendera India /canva.com

PR PANGANDARAN - Kabar mengejutkan datang dari India usai pemerintah mengumumkan akan mewajibkan pelajaran agama Hindu di madrasah.

Rencana untuk mewajibkan pelajaran agama Hindu di madrasah itu sontak menuai kecaman dari para ulama Islam di negara tersebut.

Ulama Islam menyatakan kalau rencana pemerintah soal pelajaran agama Hindu wajib di madrasah itu adalah tindakan sewenang-wenang.

Baca Juga: Proses Hukum Video Syur 19 Detik Terus Berlanjut, Gisel Akui Takut: Semua Serba Nggak Pasti

Hal itu diumumkan oleh sebuah organisasi otonom di bawah Kementerian Pendidikan, Institut Nasional Sekolah Terbuka (NIOS).

Pihak NIOS mengumumkan bahwa mereka telah menyiapkan 15 pelajaran tentang "tradisi pengetahuan India".

Rencana untuk mewajibkan 15 pelajaran Agama Hindu itu pun disambut baik oleh otoritas kementerian pendidikan di India.

Baca Juga: Bakal Dinikahi Kaesang, Ternyata Nadya Arifta Sempat Kesal Jokowi Menang Pilpres

Menteri Pendidikan India, Ramesh Pokhriyal bahkan mempresentasikan kurikulum baru yang berisi pelajaran agama Hindu tersebut pada pekan lalu.

Rames Pokhriyal memuji India sebagai negara yang memiliki "kekuatan pengetahuan" lewat sumber-sumber penting agama Hindu.

Pengetahuan itu terdapat pada Weda (teks agama kuno), yoga, sains, bahasa Sansekerta, hingga epos Hindu seperti Ramayana dan Bhagavad Gita.

Baca Juga: Tak Tegas Soal Statusnya dengan Amanda, Mpok Alpa Murka ke Billy Syahputra: Iya Iya, Nggak Nggak!

Pihak kementerian menyampaikan bahwa ajaran tentang topik agama Hindu tersebut akan segera dimasukkan ke dalam lembaga pendidikan Muslim atau yang dikenal sebagai madrasah.

Dengan adanya rencana pelajaran wajib agama Hindu di madrasah, ulama Muslim lantas ramai-ramai mengecam.

Program tersebut menuai kritik tajam dari ulama senior Muslim, yang menyatakan bahwa pelajaran tersebut "tidak dapat dibenarkan" dan "sewenang-wenang".

Baca Juga: Dapat Dukungan Gading saat Terjerat Video Syur 19 Detik, Gisel: Selalu di Paling Depan

Pengajaran wajib epos Hindu di seminari otonom dan lembaga pendidikan Muslim dianggap sebagai langkah untuk "meng-Hindu-kan" India.

Beberapa ulama bahkan menggambarkan program itu punya motif politik yang dilakukan oleh pihak nasionalis dari Partai Bharatiya Janata (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi.

Perwakilan seminari Islam Darul Uloom Farangi Mahal yang berbasis di Lucknow, Maulana Khalid Rasheed turut mengecam program itu.

Baca Juga: Demi Lepas dari Felicia, Denny Darko Terawang Kaesang Sengaja Bayar Nadya Arifta untuk Pura-pura

Maulana Khalid Rasheed mengecam program mewajibkan pelajaran agama Hindu di madrasah lewat sebuah analogi.

"Ini hampir mirip dengan meminta perguruan tinggi kedokteran untuk mengajarkan Alquran dan Alkitab daripada apa yang telah ditetapkan," kata Maulana Khalid Rasheed, seperti dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari laman DW pada Rabu, 10 Maret 2021.

Program tersebut dianggap Maulana Khalid Rasheed telah melanggar prinsip pendidikan di India yang menghargai perbedaan.

Baca Juga: Korban Tewas dalam Kecelakaan Maut di Sumedang Bertambah Menjadi 29 Orang, Ini Daftarnya

Dengan adanya program wajib pelajaran agama Hindu di madrasah, para pelajar Muslim seolah dipaksa untuk bangga dengan agama mayoritas yang ada di India itu.

"Kebijakan pendidikan baru menekankan pada penciptaan rasa bangga terhadap 'keindiaan' dalam diri peserta didik. Ini bertentangan dengan arahan lembaga pendidikan,” tutur Rasheed.

Sebagaimana diketahui, NIOS telah menyediakan mekanisme pelajaran agama Hindu itu untuk tingkat dasar, menengah dan senior.

Baca Juga: VIRAL! Kritisi Jalan Rusak Bak Sungai, Seorang Guru di Sukabumi Dimarahi Oknum Perangkat Desa

Mekanisme tersebut juga diklaim telah mengikuti standar yang ditetapkan oleh dewan pendidikan nasional dan negara bagian.

Bahkan, NIOS mengatakan pada awalnya mereka akan meluncurkan program untuk 100 madrasah, namun kemudian meluas menjadi 500 di waktu mendatang.***

 

Editor: Nur Annisa

Sumber: DW


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x