Tiongkok Berhasil Tekan Angka Perceraian hingga 70 Persen, Ini Penyebabnya

- 23 Mei 2021, 15:00 WIB
Tiongkok berhasil tekan angka perceraian
Tiongkok berhasil tekan angka perceraian //Pixabay/glaborde7

PR PANGANDARAN - Angka perceraian di Tiongkok selama pandemi Covid-19 terus meningkat sejak virus Corona baru ditemukan pada akhir Desember 2019 lalu.
 
 
Kementerian Urusan Sipil mencatat 1,06 juta perceraian pada kuartal terakhir tahun 2020. Data ini diangap mengkhawatirkan dan mendorong pemerintah Tiongkok untuk bertindak.
 
Namun, pada 2021, angka perceraian di Tiongkok mengalami penurunan berkat usaha pemerintah.
 
 
Dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari World of Buzz, Tiongkok memberlakukan Undang-Undang Hukum Perdata baru pada awal 2021.
 
Peraturan ini mewajibkan pasangan yang mengajukan cerai untuk menunggu selama 30 hari.
 
Waktu 30 hari dihitung setelah mengajukan aplikasi mereka.  
 
 
Selama waktu ini, salah satu pihak dapat menarik diri dari petisi untuk bercerai.  
 
Selain itu, jika mereka ingin melanjutkan perceraian, mereka harus mengajukan permohonan kembali setelah periode 30 hari berakhir. 
 
Periode 'pendinginan' wajib ini membantu pasangan untuk menilai kembali hubungan mereka.
 
 
 
Periode ini memberikan waktu pada pasangan untuk memutuskan apakah berpisah adalah pilihan terbaik.  
 
Diharapkan juga untuk menghindari pasangan membuat keputusan yang gegabah pada saat itu. 
 
Langkah tersebut tampaknya cukup sukses diterapkan Tiongkok.
 
Pasalnya pada Maret 2021, kuartal pertama tahun ini mengalami penurunan hingga 70% dalam kasus perceraian di Tiongkok. 
 
 
Secara khusus, 296.000 perceraian tercatat pada kuartal pertama tahun 2021.
 
Jika dibandingkan dengan 1.060.000 perceraian pada kuartal terakhir tahun 2020. 
 
Selain itu, ini juga merupakan penurunan 52% dari periode yang sama tahun lalu yang mencatat 612.000 perceraian.
 
Meskipun KUH Perdata baru ini mungkin terlihat revolusioner di Tiongkok, sebenarnya ini bukanlah sesuatu yang baru di belahan dunia lainnya.  
 
 
Baik Prancis dan Inggris Raya memiliki periode 'pendinginan' yang serupa untuk pasangan yang ingin bercerai dengan persetujuan bersama.  
 
Di Prancis, jangka waktunya adalah 2 minggu. Sedangkan Inggris memiliki jangka waktu 6 minggu untuk menghindari perceraian 'impulsif'. 
 
Namun, penerapan KUH Perdata baru ini di Cina telah dikritik oleh banyak pihak di negara tersebut.  
 
 
Banyak yang memandang undang-undang baru itu tidak menguntungkan.
 
Bukan hanya itu peraturan tersebut juga dianggap membatasi kebebasan pribadi.
 
Selain itu, banyak yang melihatnya berpotensi menjebak orang dalam pernikahan yang tidak bahagia.
 
Bukan hanya itu ada juga yang melihat potensi terjadinya kekerasan dalam pernikahan.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: World Of Buzz


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x