PR PANGANDARAN - Belakangan muncul pengakuan dari beberapa guru di Singapura mengaku terganggu kesehatan mental dan sangat frustrasi karena efek pandemi yang masih berlanjut sampai saat ini.
Betty (nama samaran), seorang guru di Singapura yang mengaku terganggu kesehatan mental berbicara sambil terbaring meringkuk di lantai dan menangis, sesak napas serta jantung berdegup kencang.
Diketahui, guru sekolah menengah tingkat atas di Singapura itu berharap agar serangan panik sebagai efek kesehatan mental yang terganggu itu akan segera pergi, karena dia tidak mampu menghabiskan waktu dari pekerjaan.
“Saya harus mengatasinya, saya harus pergi dan menandai kertas dan melakukan pekerjaan saya,” tuturnya.
Dikutip Pikiran-Rakyat-Pangandaran.
Menurutnya dan beberapa guru-guru lainnya semua itu merupakan tingkat stres abadi.
Betty mengatakan hal yang lebih buruknya lagi terjadi ketika Singapura pindah ke pembelajaran berbasis online, pada April tahun lalu di tengah kekhawatiran meningkatnya infeksi Covid-19.
“Kami tiba-tiba harus beralih ke pembelajaran online dalam beberapa hari yang sangat singkat, membuat materi pembelajaran dari awal serta merancang kuis online untuk metode belajar,” ujarnya.
“Itu sangat menegangkan, kami masih perlu memberikan umpan balik kepada siswa kami dan terus memberikan mereka tugas. Pekerjaan itu seperti tidak pernah berhenti, saya benar-benar kelelahan dan energi saya sangat amat terkuras,” tambahnya.
Artikel Rekomendasi