Ilmuwan Beri Peringatan, Tanda Kepunahan Massal di Bumi Kian Meningkat

- 27 September 2021, 20:00 WIB
Ilustrasi. Ilmuwan luar negeri ini memperingatkan soal tanda kepunahan massal di Bumi yang dikabarkan kian meningkat.
Ilustrasi. Ilmuwan luar negeri ini memperingatkan soal tanda kepunahan massal di Bumi yang dikabarkan kian meningkat. /Pixabay/Pete Linforth

PR PANGANDARAN - Alga dan bakteri berbahaya menjadi semakin umum di sungai dan danau air tawar, hal itu berpotensi menunjukkan bencana ekologis yang mengingatkan pada kepunahan massal paling parah di Bumi, demikian menurut sebuah studi baru.

Dikutip Pikiran-Rakyat-Pangandaran.com dari Indy100, itu adalah End-Permian Extinction (EPE) atau dikenal sebagai kematian hebat yang mengakibatkan kepunahan 95 persen di planet ini 251 juta tahun yang lalu.

Dirangkum oleh St. Andrews, itu adalah periode ketika kehidupan di Bumi tidak pernah begitu dekat dengan kepunahan, jadi menemukan kesejajaran hari ini bukanlah berita bagus untuk planet ini.

Baca Juga: Hari Ini, NASA Prediksi Asteroid Seukuran Menara Big Ben akan Menabrak Orbit Bumi

Tapi itulah yang ditemukan oleh Chris Mays, seorang peneliti postdoctoral dan paleobotanist di Museum Sejarah Alam Swedia di Stockholm.

Penelitian Mays yang diterbitkan di Natur-E Communications Journal mengungkapkan bahwa alga dan bakteri saat ini berkembang sangat mirip dengan yang ada selama zaman Great Dying.

Terlebih lagi kehadirannya terkait dengan penggundulan hutan, hilangnya tanah dan pemanasan global, demikian menurut studi tersebut yang semuanya disebabkan oleh manusia.

Baca Juga: 3 Astronot China Kembali ke Bumi usai Jalani Misi 90 Hari di Stasiun Luar Angkasa

“Kami belum sampai di sana, mungkin ada peningkatan enam kali lipat dalam karbondioksida selama EPE, tetapi hari ini tingkat karbondioksida belum dua kali lipat sejak masa para-industri,” kata Mays.

“Dengan peningkatan tajam karbondioksida saat ini, kami mengejar ketertinggalan dengan cukup baik dan kemungkinan peristiwa pemekaran mikroba yang berbahaya, bersama dengan aspek perubahan yang merusak lainnya misalnya angin topan, banjir, kebakaran hutan, juga naik sepanjang karbondioksida yang curam ini,” ujar Mays memperingatkan.

Mays juga menegaskan bahwa banyak dari apa yang menciptakan kondisi kritis ini adalah buatan manusia.

Baca Juga: Pertama Kalinya, SpaceX Akhirnya Akan Luncurkan Kru Sipil ke Orbit Bumi

“Tiga bahan utama sup beracun jenis ini adalah percepatan emisi gas rumah kaca, suhu tinggi, dan nutrisi yang melimpah,” ujarnya

Selama EPE dan peristiwa pemanasan ekstrim lainnya, letusan gunung berapi memberikan dua yang pertama, sementara deforestasi tiba-tiba menyebabkan yang ketiga.

Hal itu khususnya adalah ketika pohon-pohon musnah, tanah mengalir ke sungai dan danau, menyediakan semua nutrisi yang dibutuhkan mikroba.

Baca Juga: 2000 Orang Tewas Akibat Gempa Haiti, Korban: Bumi Bergetar dan Saya Menangis

“Saat ini manusia menyediakan ketiga bahan tersebut secara melimpah, karbondioksida dan pemanasan adalah produk sampingan yang tak terelakkan dari pembakaran bahan bakar fosil selama ratusan tahun. Dan kami telah menyediakan banyak nutrisi ke saluran air, sebagian besar dari pertanian dan penebangan,” kata Mays.

Bersama-sama campuran ini telah menyebabkan peningkatan tajam dalam mekar beracun air tawar.

Tapi Mays mengakhiri dengan catatan positif, ia menyatakan bahwa manusia setidaknya memiliki kemampuan untuk mengenali pola sejarah dan memperbaiki perilaku untuk bergerak maju, tidak seperti spesies yang mengalami kepunahan masal di masa lalu.

“Kami memiliki kesempatan untuk mencegah penyebaran racun ini dengan menjaga saluran air kami agar tetap bersih dan membatasi emisi gas rumah kaca,” ujarnya.***

Editor: Akhmad Jauhari

Sumber: Indy 100


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x