Belum Lama Jadi Menag, Gus Yaqut Janjikan Afirmasi Hak Agama Warga Syiah dan Ahmadiyah

- 25 Desember 2020, 10:41 WIB
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. /Tangkapan layar Youtube.com/Kemenag RI

PR Pangandaran - Belum lama dilantik, Menteri Agama Yaqut C. Qoumas menyatakan keinginan pemerintah untuk afirmasi hak beragama warga Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia.

Lebih lanjut, Yaqut beralasan tidak mau ada kelompok agama minoritas yang terusir dari kampung halaman mereka karena perbedaan keyakinan.

"Mereka warga negara yang harus dilindungi," kata Yaqut saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Baca Juga: Rayakan Natal Pertama Tanpa Sang Buah Hati, Karen Pooroe Ngaku Sedih: Sentimental Sekali Buat Saya

Gus Yaqut, sapaan Yaqut C. Qoumas, juga menyatakan bahwa Kementerian Agama (Kemenag) akan memfasilitasi dialog lebih intensif, untuk menjembatani perbedaan yang ada.

"Perlu dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan. Kementerian Agama akan memfasilitasi," katanya.

Adapun pernyataan Gus Yaqut itu sebagai tanggapan atas permintaan Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra agar pemerintah mengafirmasi urusan minoritas.

Baca Juga: Bagikan Rp7,1 Miliar saat Natal, Cuitan Kim Kardashian Diserbu Kisah Menyayat Hati Warga AS

Tepatnya, hal ini disampaikan secara daring pada forum Professor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta pada Selasa, 15 Desember lalu.

"Terutama bagi mereka yang memang sudah tersisih dan kemudian terjadi persekusi, itu perlu afirmasi," kata Azyumardi.

Dalam kesempatan itu, Azyumardi menyatakan afirmasi itu kurang tampak diberikan pemerintah kepada kelompok minoritas, seperti saat pemeluk agama minoritas ingin mendirikan tempat ibadah.

Baca Juga: Terbanyak Selama 90 Tahun, Australia Catat Jumlah Serangan Hiu Mematikan Tertinggi di 2020

Azyumardi mengatakan bahwa para pengungsi Syiah di Sidoarjo dan kelompok Ahmadiyah di Mataram harus mengalami persekusi oleh kelompok Islam 'berjubah'.

Namun, persoalan intoleran itu, bukan muncul di kalangan umat Islam saja, melainkan juga dialami oleh pemeluk agama lain di Indonesia.

"Di wilayah yang mayoritas Kristen, itu Katolik susah bikin gereja.Yang mayoritas Katolik, orang Kristen juga susah untuk membangun," kata Azyumardi.

Baca Juga: Hanya untuk Jenis Usaha Ini, BLT Modal Usaha Rp3,5 Juta Bisa Didapatkan Tanpa Perlu Daftar

Artinya, ini akan sulit bagi kelompok yang memiliki relasi kekuatan (power relation) minim di suatu lokasi bisa mendapat restu mendirikan tempat ibadah tersebut dari kelompok yang memiliki relasi kekuatan yang lebih kuat.

"Ini masalah power relation sebetulnya. Siapa yang merasa dia mayoritas. Jadi, yang begini-begini, power relation yang harus diatur begitu, ya (oleh Pemerintah). Bagaimana supaya adil," katanya.

Adapun dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 yang mendasarkan pendirian rumah ibadah pada komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa menjadi sulit dilakukan ketika relasi kekuatan tadi belum merata.

Baca Juga: Lirik Lagu V BTS - Snow Flower (Feat. Peakboy) dan Terjemahan Bahasa Indonesia

Untuk itu, Azyumardi mengatakan faktor pemekaran daerah yang kurang diperhatikan oleh Pemerintah, juga ikut andil menyebabkan permasalahan tersebut.

"Itu saya kira perlu ditata ulang ini, ya. Bagaimana pihak yang berkuasa ini merasa kurang toleran. Jadi, masih perlu saya kira dilakukan afirmasilah dari tingkat nasional," pungkas Azyumardi.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Antara News


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x