Bukan Tanpa Alasan, Ternyata Ini yang Bikin Masyarakat Khawatir Soal Potensi Tsunami 20 Meter

- 27 September 2020, 17:35 WIB
BMKG menyebut ada masalah komunikasi sains sehingga masyarakat resah akan hasil riset ITB soal potensi tsunami 20 meter di Pulau Jawa.
BMKG menyebut ada masalah komunikasi sains sehingga masyarakat resah akan hasil riset ITB soal potensi tsunami 20 meter di Pulau Jawa. /Pixabay/Stefan Keller/

PR PANGANDARAN – Akhir-akhir ini masyarakat diresahkan dengan kabar soal potensi gempa magnitude 9 yang diakibatkan pergerakan lempeng tektonik di wilayah Indo-Australia dengan Eurasia yang dapat menimbulkan tsunami setinggi 20 meter.

Perihal kabar itu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menekankan bahwa hal tersebut merupakan skenario terburuk yang akan terjadi.

Skenario itu dapat mendorong perhatian dan kesadaran seluruh elemen masyarakat untuk selalu waspada serta melakukan upaya-upaya pencegahan yang maksimal.

Baca Juga: Gelar Blusukan Online, Gibran Pakai Virtual Box Keliling Kampung Serap Aspirasi Warga

"Kita mengumumkan skenario terburuk, bukan untuk membuat panik masyarakat. Tapi agar kita bersama-sama semaksimal upaya mencegah dampak yang akan terjadi dari bencana itu," tutur Dwikorita seperti dikutip dari rri.co.id pada Sabtu, 26 September 2020.

Dwikorita melanjutkan, hal tersebut merupakan potensi yang dihasilkan dari perhitungan-perhitungan tertentu dan belum tentu terjadi.

"Ingat, 'berpotensi' loh. 'Berpotensi' belum tentu terjadi… Jadi kalau ditanya 'apakah bencana itu akan terjadi?' ya saya tidak tahu. Tidak ada yang bisa mendahului Tuhan, tapi kan manusia bisa menghitung. Kita menghitung skenario dan dampak terburuknya," kata Dwikorita.

Baca Juga: Miris! Hadirkan Ribuan Orang dalam Gelaran Konser Dangdut, Kapolsek Tegal Dicopot dari Jabatannya

Jika ditilik lebih lanjut, keresahan masyarakat akibat kajian potensi tsunami yang sebelumnya dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) itu timbul bukan tanpa alasan.

Buruknya upaya pencegahan dan penanganan dampak bencana di tanah air menjadi kekhawatiran utama bagi masyarakat.

Misalnya saja soal alat Early Warning System (EWS) tsunami yang dipasang di perairan Selatan Banyuwangi yang berjumlah 9 unit, 7 unit di antaranya telah rusak.

Baca Juga: Presiden Iran Tuduh Amerika Serikat Lagi-lagi Lakukan Hal 'Biadab' Gara-gara Ini

Unit EWS yang masih berfungsi hanya tersisa dua yang masing-masing berada di perairan Muncar dan Pesanggaran.

"Ada 9 EWS yang terpasang sebenarnya sejak tahun 2013. Namun hanya 2 yang beroperasi. Tujuh rusak dan perlu diupgrade," kata Kepala bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyuwangi, Eka Muharram pada Minggu, 27 September 2020.

Rencananya, lanjut Eka, tujuh unit EWS yang telah rusak itu akan diganti tahun ini. Kemudian juga akan ada penambahan unit di tiga titik perairan, yaitu di Rajegwesi, Lampon dan Grajagan.

"Untuk antisipasi terjadinya tsunami bukan hanya sekedar EWS. Banyak hal yang sudah kita lakukan. Sesuai dengan tugas kewenangan pemkab Banyuwangi. Alhamdulillah, di tahun ini akan diganti," tambah Eka.***

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: RRI


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x