PR PANGANDARAN - Eks CEO Gojek yang kini menjabat sebagaia Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem dinilai tidak kompeten oleh seorang Guru Besar UGM.
Hal ini lantaran kecarut-mautan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang dianggap belum matang, sehingga berbuntut pada persoalan pendidikan.
Seperti yang diberitakan Pikiran-Rakyat.com, Nadiem mendapat sejumlah kritik tajam dari berbagai pihak. Mulai dari praktisi, pengamat pendidikan hingga masyarakat.
Baca Juga: Aurat Jin BTS Terekspos saat Live, Big Hit Lancarkan Segala Cara untuk Menutupinya, ARMY Kecewa
Selain itu, Nadiem juga dianggap belum bisa mewujudkna visi Nawacita yang diusung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Guru Besar Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyudi Kumorotomo, menyatakan Nadiem sebagai menteri Pendidikan tidak betul-betul menguasai peta persoalan pendidikan di Indonesia.
Misalnya, menjadi dirjen yang membuat inovasi bidang teknologi pendidikan.
Baca Juga: Wow 6 Zodiak ini Dapat Rekomendasi Rutinitas Perawatan Diri Terbaik, Apakah Kamu Salah Satunya?
"Nadiem agaknya lebih cocok menjadi salah satu dirjen dalam Kementerian Pendidikan yang dapat membuat inovasi di bidang teknologi pendidikan," ujar Wahyudi Kumorotomo dalam diskusi zoom dan live youTube Pustakapedia, Selasa 7 Juli 2020.
Wahyudi beralasan terdapat konteks yang berbeda di Kemendikbud yang kini menangani semua jenjang pendidikan di Indonesia. Selain itu, ide Nadiem yang menghendaki semua kegiatan Proses Belajar Mengajar (PBM) dilakukan secara daring tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Artikel ini pernah tayang di Pikiran-rakyat.com dengan judul Mendikbud Nadiem Makarim Dinilai Tak Kompeten, Guru Besar UGM: Cocoknya Jadi Dirjen Kemendikbud Dulu
"Banyak daerah yang belum mempunyai infrastruktur pendidikan yang memadai. Jangan lagi internet, bahkan banyak daerah di Indonesia yang belum teraliri listrik.
Baca Juga: Selain Menyebabkan Perut Kembung, Seorang Ahli Gizi Ungkap Fakta Baru Tentang Minum Kopi
Hal ini tentu memerlukan segregasi dan segmentasi kebijakan sesuai dengan kenyataan di setiap daerah.
Artinya tidak semua jenjang dan daerah dapat dilakukan PBM secara daring karena banyak materi pembelajaran yang memerlukan mentoring pengajar,” kata Wahyudi.
Selain itu, program Merdeka Belajar juga menurut Wahyudi tak bisa benar-benar diimplementasikan.
Baca Juga: Tewas di Gunung Bukgaksan, Wali Kota Seoul Diduga Bunuh Diri dan Terjerat Kasus Pelecehan Seksual
"Program Merdeka Belajar sejauh ini tampak baru sebatas gimmick," tegasnya.***(Ari Nursanti/PR.com)