Benarkah Membongkar Kesalahan Presiden dan Pemerintah Haram Hukumnya dalam Islam? Ini Penjelasannya

- 28 November 2020, 19:20 WIB
Tangkapan layar YouTube Buya Yahya Menjawab: Benarkah Bongkar Aib Presiden Haram Hukumnya dalam Islam?*
Tangkapan layar YouTube Buya Yahya Menjawab: Benarkah Bongkar Aib Presiden Haram Hukumnya dalam Islam?* //YouTube

PR PANGANDARAN - Publik saat ini tengah merasakan keadaan yang membingungkan untuk bagaimana hidup di sebuah negara demokrasi.  

Banyak narasi yang beredar bahwa membuka keburukan pemerintah adalah sebuah dosa besar sebab berusaha untuk membongkar aib atau kesalahan seorang presiden.

Ada pula narasi-narasi yang mengatakan bahwa tindakan itu merupakan sesuatu yang diharamkan dalam ajaran Islam karena akan mengakibatkan keributan.

Baca Juga: Soal Kebijakan Ekspor Benih Lobster, Luhut: Tak Ada yang Salah, Kalau Bagus Kita Teruskan

Dalam keadaan demikian, pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah, Cirebon, Yahya Zainul Ma'arif atau yang karib disapa Buya Yahya angkat bicara menyoal isu tersebut.

Buya Yahya menegaskan bahwa yang diharamkan untuk dilakukan adalah membongkar aib atau kesalahan dosa pribadi seorang presiden. Dosa pribadi yang hanya antara dia dengan Allah.

"Yang tidak diperkenankan adalah membuka kejahatan dosa pribadi seorang presiden, seorang raja. Pribadi, antara dia dengan Allah," ujarnya, seperti dilansir PikiranRakyat-Pangandaran.com dari kanal YouTube Al-Bahjah TV pada Sabtu, 28 November 2020.

Baca Juga: Kerap Ejek Warga AS sebagai ‘Pocahontas’, Ini 7 Hal Terburuk yang Dilakukan Trump saat Jadi Presiden

Menurut Buya Yahya, tidak diharamkan dalam Islam bila apa yang kita sampaikan kepada presiden itu adalah terkait dengan kebijakan yang menyangkut banyak orang.

"Akan tetapi jika itu ada hubungannya dengan kebijakan yang itu memang ada hubungannya dengan orang banyak, ini bukan pribadi dan orang sudah pada tahu," tuturnya.

Buya Yahya kemudian memberikan contoh tindakan yang tidak dikategorikan ke dalam tindakan menggunjing atau membongkar aib.

Baca Juga: Bandingkan dengan Kasus sang Istri, Suami Vanessa Angel Heran ST dan MA Masih Berstatus Saksi

"Misalnya, seorang raja atau presiden punya kebijakan yang betul-betul merugikan, kalau kita ungkap, bukan ini menggunjing, bukan ini membuka aib, tapi ini memang terjadi pada masyarakat, bukan dirinya sendiri. Karena ada hubungannya dengan orang lain, jadi beda," ucapnya.

Kendati demikian, Buya Yahya mengingatkan satu hal yang seringkali luput. Hal itu adalah bahwa yang kita sampaikan itu haruslah sebuah kebenaran yang memang dirasakan oleh masyarakat banyak, bukan fitnah.

"Kalau ada hubungannya dengan orang lain, perlu kita sampaikan asalkan benar. Bukan memfitnah. Memfitnah presiden juga gak boleh. Memfitnah tidak boleh. Kalo tidak jangan katakan ya, kalu tidak melakukan jangan katakan melakukan. Ini perlu jujur kita," imbuhnya.

Baca Juga: Langgar Aturan di Ranjang, Gisel Khawatir Gempi Tidur di Rumah Gading Marten: Aduh Aku yang Stres!

Sebab, tindakan memfitnah dalam ajaran Islam merupakan dosa besar, bahkan tidak diperbolehkan orang kafir difitnah yang artinya fitnah tidak diperbolehkan kepada siapapun.

"Jangankan memfitnah presiden seorang yang muslim, memfitnah misalnya orang yang kafir saja gak boleh kok. Islam itu mengajarkan kebaikan," tegasnya.

Buya Yahya melihat adanya dua hal yang berbeda, yaitu urusan pribadi dan urusan publik. Urusan publik itulah yang kemudian tidak diharamkan untuk seseorang menyampaikannya kepada presiden demi kepentingan bersama dan perubahan ke arah yang lebih baik.

Baca Juga: Wali Kota Cimahi Terjerat Kasus Korupsi, Ridwan Kamil Prihatin: Mudah-mudahan ini Menjadi Pelajaran

"Cuma, jika ada sebuah kebijakan yang bertentangan dengan perikemanusiaan misalnya dan itu dirasakan oleh banyak orang, bertentangan dengan agama, lah ini bukan membongkar aib pribadinya, memang ini terjadi di masyarakat, ayo kita buat perubahan. Beda!" ungkapnya.

Melihat perkembangan masyarakat akhir-akhir ini, Buya Yahya menilai bila kebijakan yang salah dibiarkan, maka tak akan ada perubahan ke arah yang benar.

"Kalau misalnya seorang raja atau presiden punya kebijakan yang salah dan sebagainya, kemudian tidak boleh kita menyebutkannya untuk perubahan, lalu siapa yang akan melakukan perubahan?" tandasnya.

 

***

Editor: Nur Annisa

Sumber: YouTube


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah