Pemimpin ISIS yang Kepalanya dihargai $5 juta akhirnya Tewas oleh Militer Perancis

16 September 2021, 19:30 WIB
Presiden Emmanuel Macron kabarkan pemimpin ISIS yang kepalanya diharga $5 juta akhirnya tewas oleh militer Prancis. /REUTERS/Jean Bizimana/

PR PANGANDARAN - Seorang pemimpin ISIS yang terkenal karena kepalanya yang dihargai $5 juta, karena telah membunuh tentara pasukan khusus AS, telah tewas dibunuh oleh militer Prancis di Afrika Barat.

Adnan Abou Walid al Sahraoui, pemimpin ISIS yang berusia 40 tahun akhirnya dilumpuhkan militer Prancis. Empat tahun setelah memerintahkan penyergapan mematikan di Nigeria, dimana empat prajurit AS tewas dan yang lainnya terluka.

Kamis dini hari, Presiden Prancis Emmanuel Macron membenarkan bahwa Al-Sahraoui, pemimpin ISIS yang juga menggunakan nama Lehbib Ould, akhirnya tewas di tangan militer Prancis

“Adnan Abou Walid al Sahraoui, pemimpin kelompok teroris Negara Islam di Sahara Besar telah dinetralisir oleh pasukan Perancis,” kata Macron.

“Ini adalah keberhasilan besar lainnya dalam perjuangan kami melawan kelompok teroris di Sahel,” tambahnya.

Baca Juga: Serikat Polisi Prancis Kirim Surat ke Presiden Macron, Sebut Khotbah Kekerasan Buat Ruang Gerak Terbatas

Dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Mirror, Mengacu pada wilayah yang luas terutama tanah gurun di Afrika, di mana kelompok-kelompok seperti ISIS dan Al-Qaeda beroperasi.

Tidak ada informasi awal tentang apa yang digunakan untuk membunuh Al-Sahraoui, dimana atau kapan serangan itu terjadi, tetapi juru bicara Istana Lysee mengatakan “pemimpin ISIS pasti mati”.

Pada bulan Agustus Macron mengatakan dirinya akan menarik banyak pasukannya ke luar dari Sahel, yang mencakup banyak negara Afrika termasuk Nigeria dan Mali menyusul operasi anti-teroris dengan kode nama Serval dan Barkhane yang menyebabkan kerugian Perancis.

Baca Juga: Nama Presiden Prancis Terseret Kasus Spyware Pegasus, Emmanuel Macron Dilaporkan Ubah Nomor Ponsel

Namun Macron mengatakan pasukan khusus yang di dukung oleh kekuatan udara termasuk drone bersenjata akan melanjutkan perburuan teroris utama.

“Bangsa ini memikirkan malam ini semua pahlawannya yang tewas untuk Perancis di Sahel, dalam operasi Serval dan Barkhane, dari keluarga yang di tinggalkan, dari semua yang terluka,” kata Macron.

“Pengorbanan mereka tidak sia-sia, dengan mitra Afrika, Eropa dan Amerika kami akan melanjutkan perjuangan ini,” tambahnya.

Baca Juga: Cek Fakta Apakah Kuning Telur itu Jahat? Dr. Sung: Tergantung Kondisinya!

Pada Oktober 2019, Departemen Luar Negeri AS menawarkan hingga $5 juta untuk informasi apapun yang mengarah pada penangkapan atau pembunuhan Al-Sahraoui.

Ini mengikuti penyergapan ISIS di Nigeria pada Oktober 2017 yang menyebabkan kematian Sersan Angkatan Darat, David Johnson 25 tahun, Staf Sersan Bryan Black 35 tahun, Staf Sersan Jeremiah Johnson 39 tahun dan Staf Sersan Dustin Wright 29 tahun.

Empat tentara Nigeria juga tewas dalam serangan itu dan dua tentara Amerika serta delapan tentara Nigeria terluka parah.

Baca Juga: Pernikahan Terpendek di Dunia, Pasangan China ini Bercerai Usai 1 Jam Menikah

Al-Sahraoui kelahiran Maroko bertanggung jawab atas penyergapan pada Januari 2018, saat ia membangun reputasinya di dalam ISIS.

Adnan Abou Walid Al-Sahraoui juga mengaku secara pribadi memerintahkan pembunuhan enam pekerja bantuan Perancis dan pemandu serta sopir lokal mereka pada 2020.

Semua dibunuh oleh tim bersenjata ISIS dengan sepeda motor setelah mereka berangkat berkunjung ke Kourfe Giraffe Reserve, di Nigeria.

Baca Juga: Nicki Minaj Klaim Dirinya Diundang ke Gedung Putih Terkait Postingan Covid-19 di TwitterBaca Juga: Link Live Streaming Ikatan Cinta 16 September 2021: Andin Kaget Mama Rosa Kenal Ibu Kandungnya

Al-Sharaoui memulai kehidupan dewasanya dengan berperang gerilya melawan pasukan Maroko di Sahara barat, sebelum bergabung dengan beberapa kelompok jihad yang bergabung dengan ISIS pada tahun 2015.

Dia diberitakan terluka ringan dalam baku tembak dengan loyalis Al-Qaeda setahun kemudian, tetapi terus memimpin operasi terutama melawan pasukan pemerintah yang dianggap pro-barat.

Al-Sahraoui yang sudah menikah , nyaris dibunuh oleh Perancis pada Februari 2018, di dekat Maneka, di Mali, tetapi melarikan diri dengan berjalan kaki di tengah malam dengan beberapa anak buahnya, menurut sumber intelijen Perancis.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Mirror

Tags

Terkini

Terpopuler