Perilaku 'Bandel' Iran Bikin Emosi Raja Salman Kian Memuncak: Campur Tangan Terorisme, Rudal Nuklir

13 November 2020, 07:35 WIB
Raja Salman Arab Saudi /Twitter/@KSAmofaEN

PR PANGANDARAN – Ketegangan semakin memuncak, Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz Al-Saud mengambil tindakan tegas pada Kamis, 12 November 2020 dalam pidato tahunannya kepada penasihat tertinggi.

Tindakan tegas yang dimaksud Raja Salman tersebut merupakan upaya mengatasi Iran dalam mengembangkan program rudal nuklir dan balistik.

“Kerajaan itu menekankan bahaya proyek regional Iran, campur tangannya di negara lain, pengembangan terorisme, mengipasi api sektarianisme dan seruan untuk sikap tegas dari komunitas internasional terhadap Iran yang menjamin penanganan drastis dari upayanya untuk mendapatkan senjata pemusnah massal dan mengembangkan program rudal balistiknya,” ujarnya.

Baca Juga: Tangis Ruben Onsu Pecah saat Curhat Masalah Betrand Peto: Berat Banget Jadi Gue, Pura-pura Bahagia

Pidato tersebut merupakan pernyataan publik pertama Raja Salman yang kini berusia 84 tahun sejak dia berpidato di depan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September lalu, dimana dia menyebut Iran telah melakukan ‘ekspansionisme’ (perluasan wilayah).

Arab Saudi yang mayoritas Muslim Sunni dan Iran yang didominasi Syiah telah terkunci dalam perang proksi di wilayah tersebut, termasuk di Yaman dimana koalisi yang dipimpin Saudi telah memerangi gerakan Houthi yang berpihak pada Teheran (ibu kota Iran) selama lebih dari lima tahun.

Ketegangan semakin meningkat di kawasan tersebut sejak Presiden Amerika, Donald Trump menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir penting dengan kekuatan dunia pada tahun 2018.

Baca Juga: Bukan Pansos, Aditya Mukti Pria yang Dituduh Pemain Video Syur Mirip Gisel Beberkan Bukti Tahi Lalat

Selain itu, Presiden Donald Trump juga memberlakukan kembali sanksi ekonomi yang ketat terhadap Republik Islam.

Hubungan yang dimiliki Trump dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS) telah memberikan penyangga terhadap kritik internasional atas catatan hak asasi Riyadh yang dipicu oleh pembunuhan jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi, peran Riyadh dalam perang Yaman dan penahanan aktivis perempuan.

Akan tetapi, Presiden terpilih AS, Joe Biden berjanji dalam kampanyenya untuk menilai kembali hubungan dengan kerajaan, eksportir minyak utama dan pembeli senjata, serta peralatan militer AS.

Baca Juga: KakaoTV Rilis Drama Terbaru, Ji Chang Wook dan Kim Ji Won Jadi Pemeran 'City Couple’s Way Of Love'

Arab Saudi adalah pendukung antusias dari kampanye dengan tekanan maksimum Trump di Iran.

Namun Biden mengatakan dia akan kembali ke fakta nuklir 2015 antara kekuatan dunia dan Teheran, kesepakatan yang dinegosiasikan ketika Biden menjadi wakil presiden dalam pemerintahan Barack Obama.

Di Yaman, di mana perang telah menewaskan puluhan ribu orang dan memicu krisis kemanusiaan, Raja Salman mengatakan kerajaan terus mendukung upaya yang dipimpin PBB untuk mencapai penyelesaian politik.

Baca Juga: Dilirik 10 Agensi Terbesar Korea Sejak Kecil, Mari Kenalan dengan Doha BAE173 yang Segera Debut

Dia juga menyebut apa yang dia duga sebagai target disengaja dan metodologis gerakan Houthi terhadap warga sipil di Arab Saudi melalui drone dan rudal balistik.

Riyadh bekerja untuk menjamin stabilitas pasokan minyak global untuk melayani produsen dan konsumen, meskipun Covid-19 berdampak pada pasar minyak, kata raja.

Dia mengulangi dukungannya yang sudah lama untuk solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.

Baca Juga: Trump Unggul di Alaska hingga Suara Elektoral Jadi 217, Partai Republik Miliki 50 Kursi di Senat AS

Akan tetapi, tidak merujuk pada perjanjian yang ditengahi AS yang ditandatangani antara Uni Emirat Arab, Bahrain dan Sudan untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.

Riyadh diam-diam telah menyetujui kesepakatan UEA dan Bahrain, meskipun telah berhenti mendukungnya, dan telah mengisyaratkan tidak siap untuk mengambil tindakan sendiri. ***

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler