Sah! Pengadilan Pakistan Larang 'Tes Keperawanan' untuk Korban Perkosaan

- 5 Januari 2021, 21:30 WIB
Ilustrasi tindakan pemerkosaan.
Ilustrasi tindakan pemerkosaan. /Pixabay

PR PANGANDARAN - Pengadilan Pakistan melarang 'tes keperawanan' terhadap perempuan korban perkosaan yang mula-mula dicanangkan oleh para aktivis hak perempuan.

Pengadilan Tinggi Lahore pada hari Senin, 4 Januari 2021 memutuskan bahwa tes yang dilakukan oleh pemeriksa medis hukum dalam kasus perkosaan di seluruh Asia Selatan merupakan invasif dan melanggar privasi seorang wanita atas tubuhnya.

"Tes keperawanan sangat invasif, tidak memiliki persyaratan ilmiah atau medis, namun dilakukan atas nama protokol medis dalam kasus kekerasan seksual," bunyi putusan yang dikeluarkan oleh Hakim Ayesha A Malik.

Baca Juga: Sibuk Syuting Ikatan Cinta, Amanda Nangis ke Billy : Sayang Maafin, Aku Udah Nggak...

“Itu adalah praktik yang memalukan, yang digunakan untuk menimbulkan kecurigaan pada korban, bukan hanya berfokus pada terdakwa dan peristiwa kekerasan seksual,” ujarnya.

Para pegiat HAM telah lama menuntut agar "tes dua jari" ini diakhiri sebagai evaluasi medis dalam kasus perkosaan karena tes tersebut tidak memiliki dasar ilmiah.

"Tes dua" jari sendiri merupakan cara tes manual dengan memasukkan satu atau dua jari ke dalam vagina wanita untuk mencari menguji selaput dara. 

Baca Juga: Lee Seung Gi dan Lee Mi Ho Collab, Netizen Justru Salfok ke Kim Seon Ho

Sebagian orang, termasuk dokter dalam hal inu percaya jika selaput daranya 'rusak' wanita sudah dianggap aktif secara seksual atau telah melakukan penetrasi.

Organisasi Kesehatan dunia WHO pun telah tegas membantah manfaat ilmiah tes tersebut dan menganggapnya sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

Negara ini menempati peringkat ke-130 pada Indeks Ketidaksetaraan Gender UNDP dan peringkat 151, atau ketiga terakhir, pada Indeks Kesenjangan Gender Global dari Forum Ekonomi Dunia.

Baca Juga: Cek Fakta: Yaqut Cholil Disebut Tunjuk PT Surveyor Keluarkan Label Halal Gantikan MUI, Ini Faktanya

Seks pranikah adalah kejahatan bagi pria dan wanita di bawah hukum Pakistan, dan dapat dijatuhi hukuman penjara hingga lima tahun, meskipun undang-undang tersebut jarang ditegakkan.

Sahar Bandial, salah satu pengacara yang mengajukan petisi dalam kasus Lahore, mengatakan tes tersebut digunakan untuk mendiskreditkan perempuan berdasarkan penilaian tidak ilmiah tentang riwayat seksual mereka.

"Ada kesimpulan bahwa wanita itu berbudi luhur dan cenderung menyetujui aktivitas seksual," kata Bandial.

Baca Juga: Sibuk Syuting Ikatan Cinta, Amanda Nangis ke Billy : Sayang Maafin, Aku Udah Nggak...

Dalam putusannya, Hakim Malik mencatat bahwa pengadilan sering menggunakan bahasa yang dibubuhi penilaian karakter perempuan berdasarkan hasil tes keperawanan, terutama jika ia belum menikah.

“Seringkali pendapat petugas medis dibawa ke dalam putusan pengadilan dan bahasa seperti terbiasa dengan seks, perempuan dengan kebajikan yang mudah, kebiasaan untuk melakukan hubungan seksual, terlibat dalam aktivitas seksual digunakan untuk menggambarkan korban,” tulis Hakim Malik.

Akan tetapi, realisasi putusan ini masih menjadi pekerjaan rumah. Pasalnya, "tes keperawanan" yang invasif ini terus berlanjut di Pakistan, dan tetap legal di beberapa bagian negara yang tidak terpengaruh oleh keputusan di Lahore.

Baca Juga: Tiba-tiba Muncul Bantah Isu Nikah Lagi, Teddy Pardiyana: Mungkin Nanti Tahun 2021

Praktik ini pun telah berlaku di kawasan Asia Selatan sejak era kolonial dan telah didokumentasikan di setidaknya 20 negara di seluruh dunia, menurut PBB dan WHO. Kini, selama beberapa tahun terakhir, kedua organisasi tersebut telah berkampanye untuk mengakhiri praktik tersebut secara global.***

 

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Aljazeera


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah