PR PANGANDARAN - Amerika Serikat (AS) dapat menghadapi ancaman kekerasan ekstremis domestik yang meningkat selama berminggu-minggu dari orang-orang yang marah atas kekalahan Donald Trump dalam pemilihan umum.
Ancaman tersebu juga terinspirasi oleh penyerbuan yang mematikan di Capitol AS, Departemen Keamanan Dalam Negeri memperingatkan pada hari Rabu.
Penasihat - yang mengatakan tidak ada ancaman spesifik dan kredibel saat ini - datang ketika Washington tetap waspada setelah ratusan pendukung Trump didakwa ke Capitol pada 6 Januari ketika Kongres secara resmi mengesahkan kemenangan pemilihan Presiden Joe Biden.
"Informasi menunjukkan bahwa beberapa ekstremis kekerasan bermotivasi ideologis dengan keberatan terhadap pelaksanaan otoritas pemerintah dan transisi presiden, serta keluhan yang dirasakan lainnya yang dipicu oleh narasi palsu, dapat terus memobilisasi untuk menghasut atau melakukan kekerasan," kata departemen itu dalam sebuah surat kabar nasional, dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Reuters.
Pelantikan Biden pekan lalu terjadi di bawah pengamanan ketat, dengan lebih dari 20.000 tentara Garda Nasional bertugas.
Para pejabat mengatakan sekitar 5.000 tentara akan tetap di Washington selama beberapa minggu ke depan, ketika Trump akan menghadapi persidangan pemakzulan keduanya di Senat dengan tuduhan menghasut pemberontakan.
Trump menghabiskan dua bulan menjajakan narasi palsu bahwa kekalahannya dalam pemilihan presiden November adalah hasil dari penipuan pemilih yang meluas.
Artikel Rekomendasi