Tiongkok 'Tidak Bertanggung Jawab', NASA Geram Dunia Tegang Gegara Roket Jatuh di Samudra Hindia

- 10 Mei 2021, 08:15 WIB
NASA geram dengan Tiongkok bersikap tidak bertanggung jawab dengan Roket Long March 5B usai jatuh di Samudra Hindia.*
NASA geram dengan Tiongkok bersikap tidak bertanggung jawab dengan Roket Long March 5B usai jatuh di Samudra Hindia.* //Reuters/Carlos Garcia Rawlins

PR PANGANDARAN - Badan Antarika Amerika Serikat (NASA) menuduh Tiongkok gagal memenuhi standar yang diharapkan mengenai puing-puing ruang angkasa Roket Long March 5B Y2 milik mereka.

Sisa-sisa roket terbesar Tiongkok, Roket Long March 5B tersebut akhirnya jatuh di Samudra Hindia pada Minggu, 9 Mei 2021.

Peristiwa jatuhnya Roket Long March 5B ini mengakhiri spekulasi berhari-hari tentang di mana puing-puing itu akan menghantam.

Baca Juga: Viral Video Pemudik dan Truk Logistik Dihalangi Sapi di Jalanan Kotim

Hal ini membuat netizen dunia geger karena takut jika puing-puing roket berbobot 18 ton ini jatuh ke pemukiman.

Tak hanya itu, peristiwa ini pun menuai kritik AS atas kurangnya transparansi dari Tiongkok sebagai pemilik yang harus bertanggung jawab.

Koordinat yang diberikan oleh media pemerintah Tiongkok, mengutip China Manned Space Engineering Office (CMSEO), menunjukkan titik dampak di sebelah barat kepulauan Maladewa.

Baca Juga: Lesty Kejora Diramal bakal Celaka Gegara Hal ini, Denny Darko Singgung Adanya Oknum

Ada kekhawatiran tentang puing-puing Long March 5B sejak meledak dari pulau Hainan di Tiongkok pada 29 April, tetapi CMSEO mengatakan sebagian besar telah terbakar ketika masuk kembali ke atmosfer.

Media pemerintah melaporkan bahwa bagian dari roket tersebut telah masuk kembali ke atmosfer pada pukul 10.24 pagi waktu Beijing (0224 GMT) dan mendarat di lokasi dengan koordinat bujur 72,47 derajat timur dan lintang 2,65 derajat utara.

Komando Luar Angkasa AS mengonfirmasi masuknya kembali roket itu ke Semenanjung Arab, tetapi mengatakan tidak diketahui apakah puing-puing itu menghantam daratan atau air.

"Lokasi pasti dari dampak dan rentang puing, keduanya tidak diketahui saat ini, tidak akan dirilis oleh Komando Luar Angkasa AS," ujarnya.

Baca Juga: Mytha Lestari Bingung Anak Dihina Fisik Tak Mirip Ayahnya: Gue Gak Request Spesifik sama Tuhan

Long March adalah penyebaran kedua varian 5B sejak penerbangan perdananya pada Mei 2020. Sisa Long March 5B pertama jatuh di Pantai Gading tahun lalu, merusak beberapa bangunan. Tidak ada korban luka yang dilaporkan.

Seorang administrator NASA, Bill Nelson mengatakan bahwa negara antariksa harus memikirkan agar dampak dari projek mereka tak membahayakan manusia atau bagunan.

"Negara antariksa harus meminimalkan risiko bagi orang dan properti di Bumi dari masuknya kembali objek antariksa dan memaksimalkan transparansi terkait operasi tersebut," ujarnya .

Baca Juga: POPULER HARI INI: Aurel Hermansyah Didoakan Mati hingga Nasib Kandungannya Diramal Nyai Ratu Kidul

Ia pun secara terang-terangan menyebut jika Tingkok telah gagal bertanggung jawab karena insiden ini.

“Jelas bahwa Tiongkok gagal memenuhi standar yang bertanggung jawab terkait puing-puing luar angkasa mereka," ujarnya.

Dengan sebagian besar permukaan bumi tertutup oleh air, kemungkinan daerah berpenduduk dihantam sangat rendah dan kemungkinan cedera bahkan lebih rendah.

Akan tetapi, ketidakpastian atas peluruhan orbit roket dan kegagalan Tiongkok untuk mengeluarkan jaminan yang lebih kuat dalam perjalanan hingga masuk kembali dipicu kecemasan.

“Sangat penting bagi Tiongkok dan semua negara antariksa dan entitas komersial untuk bertindak secara bertanggung jawab dan transparan di luar angkasa untuk memastikan keselamatan, stabilitas, keamanan, dan keberlanjutan jangka panjang aktivitas luar angkasa,” ujarnya.

Baca Juga: Gempi Nyanyikan Lagu Daddy I Love You di Hamparan Alam, Gading Marten: Kado Ulang Tahun Terbaik!

Ahli astrofisika yang bermarkas di Harvard, Jonathan McDowell, mengatakan potensi zona puing-puing bisa jadi sejauh utara New York, Madrid atau Beijing, dan sejauh selatan Chili dan Wellington, Selandia Baru.

Sejak potongan besar stasiun luar angkasa NASA Skylab jatuh dari orbit pada Juli 1979 dan mendarat di Australia, sebagian besar negara telah berusaha untuk menghindari entri ulang yang tidak terkendali melalui desain pesawat ruang angkasa mereka, kata McDowell.

“Itu membuat perancang roket Tiongkok terlihat malas karena mereka tidak membahasnya,” ujar McDowell.

Baca Juga: Kagumi Sang Ratu Dangdut, Inul sebut Elvy Sukaesih Berjiwa Petarung: Betahan Biar Digempur Pendatang Baru

Di sisi lain, sebuah tabloid Tiongkok dikabarkan menepis kekhawatiran "western hype" bahwa roket itu di luar kendali dan dapat menyebabkan kerusakan.

Wang Wenbin selaku juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok pun angkat bicara soal ini pada hari Jumat, 7 Mei 2021.

"Ini adalah praktik umum di seluruh dunia untuk roket tingkat atas terbakar saat memasuki kembali atmosfer," ujarnya.

Ia menambahkan, “Sepengetahuan saya, tahap atas roket ini telah dinonaktifkan, yang berarti sebagian besar bagiannya akan terbakar saat masuk kembali, sehingga kemungkinan kerusakan fasilitas dan aktivitas penerbangan atau darat sangat rendah".

Baca Juga: Al Aqsa Masih Membara, Polisi Israel Lemparkan Granat Setrum pada Muslim Palestina hingga 136 Orang Luka-luka

Roket yang menempatkan modul Tianhe tak berawak ke orbit yang akan menjadi tempat tinggal bagi tiga awak di stasiun luar angkasa permanen Tiongkok.

Selain itu, negara tirai bambu ini masih memiliki 10 misi lagi untuk menyelesaikan stasiun tersebut pada tahun 2022.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: The Guardian


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah