"Anak-anak dan remaja tidak dapat mengambil resiko mengalami gangguan belajar selama satu tahun lagi," kata Philippe Cori.
"Mereka telah menjadi korban diam dari pandemi, dan yang paling terpinggirkan adalah yang paling terpukul," lanjut Philippe Cori.
Baca Juga: WHO: Suntikan Booster Vaksin Covid-19 Bukan 'Kemewahan' untuk Orang-orang yang Rentan
Menurutnya bahwa sekolah merupakan tempat belajar, ketika tutup banyak anak-anak kehilangan kesempatan belajar dan bersosialisasi dengan temannya.
"Ketika sekolah tutup, anak-anak kehilangan kesempatan belajar dan berkumpul dengan teman-teman mereka," kata Philippe Cori.
"Dan mungkin saja mengalami kekerasan di rumah, Kita harus memastikan bahwa sekolah dibuka kembali, dan tetap buka dengan aman," tambah Philippe Cori.
Saat puncak gelombang pertama pandemi Covid-19 pada April 2020 ada 44 dari 53 negara di wilayah WHO Eropa menutup sekolah secara nasional.
Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 31 Agustus 2021: Nino Menangis Bertemu Reyna, Mungkinkah ini Karma?
Sementara sebagian besar dibuka kembali pada bulan September 2020. Selanjutnya, lonjakan tingkat infeksi memicu pembatasan baru dan lebih banyak penutupan di puluhan negara selama musim gugur dan musim dingin.
Absen massal dan penutupan sekolah terjadi di beberapa negara selama musim semi dan awal musim panas.
Artikel Rekomendasi