Hampir 40 Tahun Cemari Lingkungan, Berikut Sejarah Pencemaran Industri Kulit Sukaregang Garut

- 17 September 2020, 22:15 WIB
Ilustrasi. ANTARA JABAR/Arif Firmansyah/agr/18
Ilustrasi. ANTARA JABAR/Arif Firmansyah/agr/18 /

Sayangnya hingga memasuki dekade 90an, rencana tersebut tak terwujud. Sebagian besar pengusaha kulit keberatan karena membutuhkan dana yang besar.

Memasuki tahun 1993, limbah industri kulit Sukaregang makin pekat seiring jumlah aktivitas produksi yang makin meningkat.

Baca Juga: Bongkar Motif Kasus Mutilasi di Kalibata City, Korban Ternyata Sempat Bercinta dengan Pelaku Wanita

Relokasi yang mandek membuat Pemda Garut mengeluarkan kebijakan revitalisasi. Pemda Garut mendorong para pengusaha Sukaregang untuk melengkapi instalasi penyamakan kulitnya dengan Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL).

Hasilnya masih juga belum memuaskan. Tahun 2005, limbah industri penyamakan kulit Sukaregang terpantau mencemari lingkungan.

Terpantau timbulnya kekeruhan, busa dan bau yang menyengat di sepanjang Sungai Cikayambang, Cigulampeng dan Ciwalen.

Baca Juga: PSSI dan BNPB Teken MoU, Liga 1 dan Liga 2 Indonesia Siap Digulirkan di Tengah Pandemi

Beberapa tahun belakangan ini, warga yang habis kesabaran melakukan aksi protes dengan turun ke jalan.

Misalnya yang terjadi pada 21 September 2018. Warga tiga kampung, Sumbersari, Ciwalen dan Tanjung gelontorkan air limbah ke Jalan Achmad Yani. Bak sampah yang berada di pinggir jalan pun ikut ditumpahkan.

Pada 12 Mei 2019, warga sekitar lokasi yang sama dengan peristiwa sebelumnya memblokir Jalan Achmad Yani dengan barikade kayu dan bangku. Dilaporkan pula limbah industri kulit yang mencemari sawah warga.

Halaman:

Editor: Suci Nurzannah Efendi

Sumber: Pikiran Rakyat Facebook Bella Irana IPB ANTARA


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x