“Jadi tindakan pencegahan itu sudah dilakukan. Kemudian di hari H, ternyata ada euforia dari masyarakat yang bukan mengikuti (acara) tapi hanya ingin melihat. Itu kira-kira yang membuat situasi jadi sangat masih,” ujarnya.
Oleh karena kerumunan massa dalam jumlah besar sudah berada di tempat tersebut secara bersamaan, Kapolda Jabar kemudian merasa perlu mengambil tindakan dengan cara pendekatan humanis.
Baca Juga: Hasil Penghitungan Suara Manual Pilpres AS, Joe Biden Resmi Dinyatakan sebagai Pemenang di Georgia
Mengingat banyaknya yang ikut menyaksikan, Kapolda Jabar tidak mungkin melakukan tindakan represif lantaran akan menimbulkan gesekan yang akan dinilai kurang bijaksana.
“Pelaksana di lapangan punya dua pilihan, persuasif humanis atau represif. Tapi karena massa kalau jumlahnya besar ada potensi gesekan, maka pilihan pak Kapolda Jabar saat itu yakni pendekatan humanis non-represif,” ujarnya.
Beberapa upaya juga telah dilakukan oleh pihak aparat dan jajarannya dalam menegakkan penerapan protokol kesehatan.
Baca Juga: BTS Comeback dengan Album Terbaru Bertajuk ‘BE’, Penggemar Salfok dengan Judul Lagu ‘Dis-Ease’
“Sudah sangat ditegakkan (Prokes). Hanya kalau massa sudah banyak, treatment-nya tidak selalu tegas represif. Contohnya demo (menentang) Omnibus Law. Kalau pakai kategori pelanggaran Prokes, demo-demo itu sangat melanggar Prokes. Tapi kan pendekatannya tidak bisa (tegas represf) walau kita tahu itu pelanggaran,” ujarnya.
Dirinya membandingkan antara perbedaan penanganan di Megamendung dengan demo Omnibus Law yang dinilai sama-sama melanggar Prokes.
Ia menilai bahwa situasi yang dihadapi itu berbeda, yakni demo bersifat menentang, sedangkan yang ini hanya menyaksikan. ***
Artikel Rekomendasi