Jadi 1.187 Halaman, Stafsus Presiden Pastikan Koreksi Pasal 46 UU Ciptaker Tak Ubah Substansi

24 Oktober 2020, 06:33 WIB
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono.* /Antara/Desca Lidya Natalia./

PR PANGANDARAN - Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono menjelaskan bahwa koreksi yang dilakukan oleh Sekretariat Negara (Setneg) terhadap Pasal 46 dalam Undang-Undang Cipta Kerja tak mengubah substansi yang telah disepakati oleh Panitia Kerja (Panja) DPR.

"Yang tidak boleh diubah itu substansi, dalam hal ini penghapusan tersebut sifatnya administratif/typo (salah ketik) dan justru membuat substansi menjadi sesuai dengan apa yang sudah disetujui dalam Rapat Panja Baleg DPR," jelas Dini di Jakarta, seperti dilansir PikiranRakyat-Pangandaran.com dari laman Antara News dengan judul "Istana jelaskan soal koreksi Pasal 46 UU Ciptaker oleh Setneg" pada Jumat, 23 Oktober 2020.

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas mengatakan memang sudah seharusnya Pasal 46 perihal minyak dan gas bumi ditiadakan dari UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Ini Reaksi Para Selebriti AS Usai Debat Capres, Sebut Trump Pembohong hingga Biden Pria Terhormat

Pasal 46 sendiri sebetulnya adalah Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang telah tercantum sebelumnya dalam naskah UU Cipta Kerja setebal 812 halaman. Naskah tersebutlah yang kemudian dikirimkan DPR kepada Presiden Jokowi pada Rabu, 14 Oktober 2020 lalu.

Belakangan, sejumlah organisasi masyarakat Islam yang mendapat kiriman naskah UU Cipta Kerja setebal 1.187 halaman tersebut mendapati dihapusnya pasal 46.

Pasal 46 UU Migas tersebut, Supratman melanjutkan, berhubungan dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Soal kewenangan penetapan toll fee yang dialihkan dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Panja DPR mengaku tak menerima usulan pemerintah.

Baca Juga: Kepolisian Bongkar 'Pemalsuan' Mayat Covid-19 di Riau, Keluarga Ngaku Geram atas Kelalaian Dinkes

"Intinya Pasal 46 tersebut memang seharusnya tidak ada dalam naskah final karena dalam rapat panja memang sudah diputuskan untuk pasal tersebut kembali ke aturan dalam UU existing," tutur Dini menambahkan.

Bahkan Dini mengungkapkan, Kemensetneg justru melakukan tugasnya dengan baik sebelum naskah tersebut diserahkan kepada Presiden Jokowi.

"Dalam proses cleansing final sebelum naskah dibawa kepada Presiden, Setneg menangkap apa yang seharusnya tidak ada dalam UU Cipta Kerja dan mengomunikasikan hal tersebut dengan DPR," ungkap Dini.

Baca Juga: Rekap Nilai dalam Performa Debat Terakhir, sang Ahli Mackowiak: Trump 'A 'sedangkan Biden 'B'

Dilakukannya penghapusan terhadap Pasal 46, menurut Dini justru menyempurnakan substansi UU Cipta Kerja untuk kembali sejalan dengan kesepakatan awal ketika rapat panja.

"Yang jelas perubahan dilakukan agar substansi sesuai dengan yang disepakati dalam rapat panja, sudah dengan sepengetahuan DPR dan diparaf oleh DPR. Perubahan dilakukan dengan proper, itu yang penting," tegas Dini.

Dalam perkembangannya, naskah UU Cipta Kerja diketahui memang memiliki jumlah halaman yang bemacam-macam.

Baca Juga: Ribuan Karyawan Hotel di Kota Bandung Terdampak Covid-19, Kemensos Salurkan Bantuan Sembako

Saat RUU disahkan oleh DPR menjadi UU, naskah elektroniknya beredar dengan nama "5 OKT 2020 RUU Cipta Kerja-Paripurna.pdf" pada tanggal 5 Oktober 2020 dan berjumlah 905 halaman.

Kemudian beredar naskah elektronik lain dengan nama "RUU CIPTA KERJA - KIRIM KE PRESIDEN.pdf pada Senin pagi, 12 Oktober 2020 yang berjumlah 1.035 halaman.

Masih di hari yang sama jelang sore harinya beredar lagi naskah elektronik UU Cipta Kerja berjudul "RUU CIPTA KERJA - PENJELASAN.pdf" yang berjumlah 812 halaman.

Baca Juga: Hati-hati Begal Sepeda! Usai Timpa Pesinetron Anjasmara, Polisi Kini Berhasil Temukan Polanya

Naskah yang berjumlah 812 halaman itulah yang kemudian diserahkan oleh Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar kepada Sekretariat Negara pada Rabu, 14 Oktober 2020.

Terakhir, publik dikejutkan dengan perubahan kembali naskah menjadi 1.187 halaman. Naskah itulah yang kemudian diserahkan oleh Presiden Joko Widodo kepada sejumlah ormas Islam saat mengadakan pertemuan.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler