Paus Fransiskus Sebut Muslim Uighur 'Dianiaya', Tiongkok Ngamuk: Pemerintah Selalu Melindungi

25 November 2020, 13:50 WIB
Paus Fransiskus pertama kalinya sebut Muslim Uighur sebagai kaum yang teraniaya. /Instagram/@franciscus

PR PANGANDARAN – Tiongkok marah pada Paus Fransiskus yang menggambarkan Muslim Uighur di wilayah Xinjiang yang terpencil di negara itu sebagai orang-orang yang ‘dianiaya’.

Beijing secara konsisten membantah pelecehan terhadap orang Uighur meskipun menghadapi klaim kejahatan terhadap kemanusiaan. Diperkirakan satu juta orang ditahan di kamp penahanan di wilayah barat tetapi Tiongkok mengklaim kamp tersebut adalah pusat pendidikan dan pelatihan.

Mantan narapidana mengatakan mereka menjadi sasaran penyiksaan dan pencucian otak sementara para pemimpin agama, aktivis dan pemerintah menyarankan ‘genosida’ sedang berlangsung.

Baca Juga: Ternyata Kebiasaan Menatap Layar HP Sebelum Tidur Bisa Sebabkan Penyakit Diabetes Tipe 2, Kenapa?

Dalam buku barunya, 'Let Us Dream: The Path to A Better Future', Paus Fransiskus menulis: ‘Saya sering berpikir tentang orang-orang yang teraniaya: Rohingya, Uighur yang malang, Yazidi.’

Namun Zhao Lijian, juru bicara kementerian luar negeri Tiongkok, mengatakan pada sebuah briefing pada hari Selasa bahwa komentar tersebut tidak memiliki dasar faktual sama sekali.

“Orang-orang dari semua kelompok etnis menikmati hak penuh untuk bertahan hidup, berkembang, dan kebebasan berkeyakinan beragama. Pemerintah Tiongkok selalu melindungi hak hukum etnis minoritas secara setara,” kata Zhao menurut Rueters yang dikutip oleh PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Express.

Baca Juga: Sehari Sebelum Edhy Ditangkap KPK, Susi Pudjiastusi Sentil 'Bisnis Ilegal' Benur: Rugikan Nelayan!

Ucapan Paus Fransiskus tidak berdasar.

Paus sebelumnya telah berbicara tentang Rohingya, yang telah melarikan diri dari Myanmar, dan pembunuhan Yazidi oleh ISIS di Irak.

Ini adalah pertama kalinya dia menyebut-nyebut orang Uighur. Para pemimpin dunia mengatakan fasilitas itu menyerupai penjara dan dirancang untuk mengubah kepercayaan umat Islam.

Baca Juga: Benarkan Penangkapan Menteri Edhy Prabowo, Wakil KPK: Ada Sejumlah Orang yang Juga Diamankan

Tujuannya adalah agar para tahanan setia kepada Partai Komunis Tiongkok dan pemimpin Xi Jingping.

Pada bulan Juli, Marie van der Zyl, presiden Dewan Deputi Yahudi Inggris, membandingkan perlakuan terhadap Uighur dengan Holocaust.

“Orang-orang dimuat secara paksa ke dalam kereta; jenggot pria religius sedang dipangkas; wanita sedang disterilkan; dan hantu kamp konsentrasi yang suram," tulisnya kepada duta besar Tiongkok untuk Inggris.

Baca Juga: Baru Tiba dari Amerika, Menteri Edhy Prabowo Bersama sang Istri Ditangkap di Bandara oleh KPK

Tiongkok awalnya menyangkal fasilitas tersebut ada sebelum menggambarkannya sebagai pusat pelatihan kerja dan untuk mencegah ancaman terorisme dan ekstremisme agama.

Amnesty International mewawancarai lebih dari 100 orang yang kehilangan kerabatnya di Daerah Otonomi Uighur Xinjiang (XUAR).

Mereka juga berbicara dengan orang-orang yang mengaku telah disiksa di kamp, yang disebut sebagai ‘kamp pendidikan ulang’.

Baca Juga: 10 Ucapan Pendek Hari Guru Nasional 25 November 2020, Pas Digunakan untuk WA, Instagram dan Twitter

Kairat Samarkan mengatakan kepada Amnesty bahwa dia dikirim ke kamp penahanan pada Oktober 2017, setelah kembali ke wilayah tersebut dari Kazakhstan.

Dia mengatakan dia dipaksa untuk berdiri dalam posisi yang sama selama 12 jam saat dibelenggu, dan diikuti oleh 6.000 orang lainnya di kamp.

“Lagu-lagu politik yang dinyanyikan saat berbicara di antara narapidana tidak disarankan,” katanya.

Baca Juga: Cegah Covid-19, Masyarakat Diminta Bijak dan Sadar 3T, Tracing, Testing dan Treatment

Mr Samarkan mengatakan nyanyian ‘Hidup Xi Jinping’ dilakukan sebelum makan.***

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Express

Tags

Terkini

Terpopuler