Muslim Uighur Khawatir akan 'Dijual' Turki pada Tiongkok Demi Ditukar Vaksin Covid-19

9 Februari 2021, 19:16 WIB
Komunitas Muslim Uighur di Tiongkok.* /Pexels /Marc Curtis

PR PANGANDARAN - Kabar mengejutkan datang dari Turki bahwa berkaitan dengan orang-orang Uighur yang akan ditukar dengan vaksin Covid-19

Orang Uighur di negara itu khawatir akan 'dijual' pemerintah Turki pada Tiongkok demi ditukar dengan vaksin Covid-19.

Dugaan Muslim Uighur yang dijual pada Tiongkok demi ditukar vaksin Covid-19 ini meresahkan legislator oposisi Turki yang mencurigai pemerintah Ankara. 

Legislator oposisi di Turki menuduh para pemimpin Ankara melakukan hal itu dengan diam-diam.

Baca Juga: Temui Listyo Sigit karena Ingin Gelar Kompetisi Olahraga, Menpora: Kita Cari Jalan Keluar yang Terbaik

Kecurigaan mereka berdasar pada belum terkirimnya puluhan juta botol vaksin China yang sebelumnya telah dijanjikan.

Sementara itu, selama beberapa bulan terakhir, polisi Turki terus melakukan penggerebekan dan menahan sekitar 50 orang Uighur di pusat deportasi.

Jumlah tersebut dinilai oleh mereka merupakan peningkatan yang drastis bila dibandingkan dengan tahun lalu.

Pasalnya, kendati belum ditemukan bukti kuat soal dugaan itu, para legislator dan orang-orang Uighur ini khawatir bila Beijing menggunakan vaksin sebagai senjata guna memenangkan pengesahan perjanjian ekstradisi.

Baca Juga: Ikut Pemilihan Pertama Palestina Setelah 15 Tahun, Hamas Yakin Kandidatnya Banyak Dipilih karena Ideologi

Kecurigaan mereka bertambah ketika perjanjian yang ditandatangani bertahun-tahun yang lalu itu tiba-tiba diratifikasi pada bulan Desember oleh Tiongkok.

Tiongkok juga mendesak anggota parlemen Turki untuk memberikan jawaban secepatnya pada bulan ini.

Kemudian muncul kesepakatan saat Tiongkok melakukan penundaan pengiriman pertama vaksin Covid-19 selama berminggu-minggu di bulan Desember. Pejabat berwenang menyalahkan masalah izin.

Hingga memasuki tahun 2021, seorang legislator dari partai oposisi utama Turki, Yildirim Kaya, mengatakan bahwa Tiongkok baru mengirimkan sepertiga dari 30 juta dosis yang dijanjikan pada akhir Januari.

Baca Juga: Rachel Vennya 'Menghilang' Usai Hadir Mediasi Sidang Perceraian, Kemana Niko Al Hakim ?

Padahal, saat ini Turki sangat bergantung pada vaksin Sinovac dari Tiongkok demi menyelamatkan penduduknya dari virus yang telah menginfeksi sekitar 2,5 juta dan membunuh lebih dari 26 ribu orang.

“Penundaan seperti itu tidak normal. Kami telah membayar untuk vaksin ini. Apakah Tiongkok memeras Turki?” kata Kaya, seperti dilansir PikiranRakyat-Pangandaran.com dari laman Channel News Asia pada Jumat, 5 Februari 2021.

Kaya juga sempat menanyakan secara resmi kepada pemerintah Turki soal dugaan adanya tekanan dari Tiongkok. Namun, hingga kini belum ada tanggapan.

Baca Juga: UEA, AS, dan Tiongkok Bersaing Jadi Penghuni Mars, Ahli Astronomi: Luar Angkasa Sedang Memanas

Hubungan bilateral antara Turki dan Tiongkok makin dekat sejak pecahnya upaya kudeta di Turki pada 2016.

Kondisi itu mendorong Erdogan mengasingkan diri dari pengaruh pemerintah Barat. Pihak yang kemudian menunggu untuk mengisi kekosongan adalah Tiongkok yang mulai meminjamkan dan menginvestasikan dana miliaran di Turki.

Sejak itu, ikatan kedua negara, terutama dalam hal ekonomi makin menguat. Tiongkok juga mulai meminta ekstradisi lebih banyak warga Uighur dari Turki.

Baca Juga: Ditanya Anak Sulung Alasan Pisah Rumah dengan Stefan William, Celine Evangelista: Mungkin Dia Ngerti Kali ya

Muslim Uighur khawatir dengan RUU Ekstradisi itu. Mereka mengatakan bila telah menjadi undang-undang, kebijakan itu bisa membawa mimpi buruk yang mengancam jiwa mereka.

Mereka bisa dideportasi kembali ke Tiongkok, negara di mana mereka berusaha melarikan diri menghindar dari kekejian penahanan massal.

Pasalnya, lebih dari satu juta Muslim Uighur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya diseret ke penjara dan kamp penahanan di Tiongkok.

Otoritas Tiongkok menyebutnya sebagai tindakan anti-terorisme. Namun, Amerika Serikat menyatakan bila tindakun itu termasuk genosida.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Channel News Asia

Tags

Terkini

Terpopuler