Larang Pakai Burqa dan 1000 Sekolah Islam Ditutup, Gerakan anti-Muslim Makin Keras di Sri Lanka

15 April 2021, 21:10 WIB
ILUSTRASI - Pemerintah Sri Lanka mengeluarkan kebijakan untuk menutup lebih dari 1.000 sekolah Islam serta melarang memakai burqa. /PIXABAY/ArmyAmber

PR PANGANDARAN – Pada 13 Maret, Sarath Weerasekara, Menteri Keamanan Publik Sri Lanka, mengumumkan pemerintah melarang pemakaian burqa, menyebutnya sebagai 'tanda ekstremisme agama'.

Bukan hanya itu, Sri Lanka juga menutup lebih dari 1.000 sekolah Islam di negara itu, sehingga banyak yang menganggap Sri Lanka memusuhi Muslim dan menekankan gerakan anti-Muslim.

Lebih lanjut Sarath Weerasekara mengatakan hal itu berdampak langsung pada keamanan nasional Sri Lanka.

Baca Juga: Lakukan Live Streaming 100 Hari di Ruang Terkunci, sang Seniman: Hanya Mengikuti Firasat

Dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Aljazeera, kabar tersebut kemudian menuai berbagai reaksi dari dunia internasional.

Mulai dari pelapor khusus PBB untuk kebebasan beragama, Ahmed Shaheed, hingga Duta Besar Pakistan untuk Sri Lanka.

Larangan penggunaan burqa di Sri Lanka lantas memicu kehebohan di antara umat Islam. Hal ini dipandang sebagai ‘serangan’ bagi kaum muslim.

Baca Juga: 279 Gadis Nigeria Diculik, 7 Tahun Berlalu Namun Masih Belum Ada Solusi, ini Penyebabnya

Lebih lanjut, Sri Lanka juga melakukan sejumlah tindakan kontroversial atas nama memerangi ekstremisme.

Hal ini diyakini yang semakin mengintimidasi penduduk Muslim dan mengabaikan prinsip-prinsip supremasi hukum.

Semua bermula sejak Sri Lanka mendapatkan kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1948.

Baca Juga: Lesty Kejora Lelah Dituntut jadi Contoh yang Baik, Gilang Dirga: Bodoamat sama Orang Lain!

Sri Lanka diketahui memiliki hubungan yang alot antara mayoritas Buddha Sinhala yang berjumlah sekitar 70 persen populasi dengan minoritas Hindu dan Kristen Tamil yang hanya berjumlah 12 persen.

Selama perang berlangsung, minoritas muslim diketahui jarang menjadi sasaran kelompok Sinhala.

Namun, gerakan anti-muslim diprakarsai oleh Bodu Bala Sena (BBS) dengan biksu Galabod Aththe Gnanasara.

Baca Juga: Nekat Ikut Ritual Mandi di Sungai, Ribuan Orang di India Dinyatakan Positif Covid-19 dalam 3 Hari

BBS adalah kelompok aktivis yang dipimpin biksu Buddha. Kelompok ini menganggap muslim membawa ancaman ‘separatisme sosial’ lewat tindakan esktremisme.

Namun, definisi mereka tentang ekstremisme tampaknya mencakup sebagian besar praktik sehari-hari umat Islam.

Demonstrasi publik dan kampanye media sosial dimulai dari menormalkan ujaran kebencian dan pelecehan terhadap Muslim di Sri Lanka.

Baca Juga: Di Amerika Serikat, 26.000 Siswa Berkebutuhan Khusus dalam Bahaya di Sekolah, ini Penyebabnya

BBS bahkan menyamakan dirinya dengan kelompok serupa di Myanmar.

Pada 2019, kebencian anti-Muslim meningkat, setelah delapan pelaku bom bunuh diri berjanji setia kepada ISIS meledakkan diri mereka di gereja, hotel, dan lokasi lain di Sri Lanka.

Ada bukti kegagalan oleh pihak keamanan dan kelalaian di pihak kepemimpinan politik.

Namun, liputan media tentang peristiwa tersebut terus menargetkan populasi Muslim di Sri Lanka.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler