Gelombang Protes Thailand Picu Kebingungan, Polisi Perintahkan Penyelidikan Terhadap 4 Kantor Berita

20 Oktober 2020, 09:17 WIB
Bendera Thailand. /Pixabay/

PR PANGANDARAN - Polisi Thailand pada Senin, 19 Oktober 2020 mengatakan bahwa mereka telah memerintahkan penyelidikan terhadap empat kantor berita di bawah kebijakan darurat yang diberlakukan pekan lalu untuk mencoba menghentikan tiga bulan protes terhadap pemerintah dan monarki.

Pengumuman tersebut memicu kemarahan kelompok media dan tuduhan serangan terhadap kebebasan pers oleh pemerintah Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpin junta yang ingin disingkirkan para pengunjuk rasa dari kantornya.

Menurut dokumen polisi tertanggal 16 Oktober, investigasi telah diperintahkan terhadap konten dari empat media serta halaman Facebook dari sebuah kelompok protes.

Baca Juga: Satu Tahun Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Pemerintah Dinilai Berhasil Tangani Covid-19 dan Ekonomi

"Kami menerima informasi dari unit intelijen yang prihatin bahwa bagian dari konten dan informasi yang menyimpang telah digunakan dan disebarluaskan sehingga menimbulkan kebingungan dan memicu keresahan masyarakat," kata juru bicara polisi Kissana Phathanacharoen dalam konferensi pers, dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Reuters.

Ia mengatakan, regulator penyiaran dan kementerian digital Thailand akan menyelidiki dan mengambil tindakan yang sesuai. Pemerintah Thailand membantah bahwa tidak ada rencana untuk mengekang kebebasan pers.

Putchapong Nodthaisong, juru bicara kementerian digital, mengatakan telah meminta perintah pengadilan untuk menghapus konten terhadpa empat media dan halaman protes, di antara lebih dari 300.000 konten yang dikatakan melanggar hukum Thailand.

Baca Juga: Intip Wawancara Kerja Najwa Shihab sebagai Wartawan: Nggak Ada Pertanyaan Lebih Menantang, Pak?

Prachatai, kantor berita independen yang sedang diselidiki, menggambarkannya sebagai perintah sensor.

"Kehormatan untuk melaporkan info akurat tentang hak asasi manusia dan perkembangan politik di Thailand, kami akan berusaha sebaik mungkin untuk terus melakukannya," kata Prachathai English di Twitter.

The Manushya Foundation, sebuah kelompok independen yang mengkampanyekan kebebasan online, menyebut tindakan tersebut sebagai upaya untuk membungkam media yang bebas.

Baca Juga: Refleksi Satu Tahun Masa Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin, Sahroni Beri Catatan Soal Hukum dan HAM

“Karena pelarangan protes tidak berhasil, pemerintah yang didukung militer berharap menciptakan ketakutan untuk mengatakan yang sebenarnya,” kata direkturnya Emilie Palamy Pradichit.

Pemerintah memerintahkan larangan berita dan informasi online yang dapat mempengaruhi keamanan nasional Kamis lalu karena juga melarang pertemuan politik lebih dari lima orang dalam menghadapi tantangan yang semakin meningkat.

Protes telah terjadi setiap hari sejak itu, yang terakhir menarik puluhan ribu orang di Bangkok dan di seluruh negeri. Polisi memberi angka 20.000 pengunjuk rasa di ibu kota.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Kandungan Vaksin Covid-19 Mampu Ubah DNA Seseorang Secara Genetik? Ini Faktanya

"Kami akan menuntut semua orang," kata wakil kepala polisi Bangkok Piya Tawichai, menambahkan bahwa 74 pengunjuk rasa telah ditangkap sejak 13 Oktober.

Para pengunjuk rasa menuntut pemecatan Perdana Menteri Prayuth, menuduhnya merekayasa pemilihan umum tahun lalu untuk mempertahankan kekuasaan yang pertama kali direbutnya dalam kudeta pada tahun 2014.

Para pengunjuk rasa juga semakin vokal dalam menuntut reformasi monarki untuk mengurangi kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn. Istana Kerajaan tidak mengomentari protes atau tuntutan pengunjuk rasa.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler