Hindari Penundaan Vaksinasi, WHO Siapkan Dana Kompensasi Vaksin Covid-19 untuk Negara Miskin

30 Oktober 2020, 16:42 WIB
Ilustrasi vaksin Covid-19: Singapura hentikan percobaan vaksin usai puluhan relawan Korsel tewas. /PIXABAY/Alexandra_Koch

PR PANGANDARAN - Skema vaksin yang dipimpin bersama oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang menyiapkan dana kompensasi untuk warga di negara-negara miskin yang mungkin menderita efek samping dari vaksin Covid-19.

Mekanisme tersebut dimaksudkan untuk menghindari pengulangan penundaan vaksinasi yang dialami satu dekade lalu selama pandemi flu babi H1N1.

Saat itu, penyuntikan diperlambat di puluhan negara berpenghasilan rendah karena tidak ada kewajiban yang jelas.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Bansos Rp2,4 Juta Bakal Diberikan untuk Pelaku UMKM pada Hari UKM? Ini Faktanya

Skema ini disiapkan oleh promotor fasilitas vaksin COVAX, yang dipimpin bersama oleh WHO dan aliansi vaksin global GAVI, menurut dokumen COVAX yang diterbitkan pada hari Kamis, 29 September 2020.

COVAX bertujuan untuk mendistribusikan setidaknya 2 miliar suntikan vaksin di seluruh dunia pada akhir tahun depan.

Dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Reuters, skema ini dapat membayar tagihan untuk 92 negara berpenghasilan rendah, sebagian besar di Afrika dan Asia Tenggara, yang berarti pemerintah mereka akan dikenai sedikit atau tanpa biaya dari klaim yang diajukan oleh pasien, jika terjadi kesalahan yang tidak terduga setelah vaksin yang didistribusikan COVAX disuntikkan.

Baca Juga: Mike Pompeo Singgung Soal Muslim Uighur saat di Indonesia, Tiongkok Buka Suara dan Beri Klarifikasi

Namun beberapa negara berpenghasilan menengah, seperti Afrika Selatan, Lebanon, Gabon, Iran, dan sebagian besar negara Amerika Latin, tidak akan ditawari perlindungan ini.

"Fasilitas COVAX sedang mengembangkan sistem untuk memberikan kompensasi kepada orang-orang di salah satu dari 92 negara yang menderita kejadian buruk yang serius yang tak teduga terkait dengan vaksin tersebut," kata COVAX.

Tidak jelas kriteria apa yang digunakan untuk memilih 92 negara itu.***

Editor: Nur Annisa

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler