Banyak Tahanan Uighur di Pusat Deportasi Turki, Ankara Dituduh Lakukan Pertukaran Vaksin Covid-19 Tiongkok

- 6 Februari 2021, 18:30 WIB
Komunitas Muslim Uighur di Tiongkok.*
Komunitas Muslim Uighur di Tiongkok.* /Pexels /Marc Curtis

PR PANGANDARAN - Pemerintah Turki dituduh melakukan kerja sama pertukaran untuk mendapatkan vaksin Covid-19 dengan melibatkan Etnis Uighur dari Tiongkok yang sudah melarikan diri ke negaranya.

Ini diungkap oleh Abdullah Metseydi, seorang Uighur Tiongkok di Turki yang mendapat selusin senjata saat tengah bersiap tidur di rumahnya, seketika menjadi bukti tuduhan Turki ingin melakukan pertukaran etnis Uighur dengan vaksin Covid-19.

Bahkan legislator oposisi di Turki, juga terang-terang menuduh pemimpin Ankara yang ingin menjual muslim Uighur ke Tiongkok, atau secara halus ingin melakukan pertukaran dengan vaksin Covid-19.

Jika menilik bukti, Abdullah Metseydi adalah seorang Uighur yang dibawa kepolisian setempat karena dicurigai berpartisipasi dalam gerakan melawan Tiongkok dan mengancam akan mendeportasi dia dan istrinya.

Baca Juga: Jadi Artis dengan Job Banyak, Raffi Ahmad Janji Mengurangi Pekerjaan di Usia 35 Tahun

Melansir dari Channel News Asia, saat ini memang puluhan juta botol vaksin Tiongkok yang dijanjikan belum terkirim, tetapi dalam beberapa bulan terakhir, polisi Turki telah menggerebek dan menahan sekitar 50 orang Uighur di pusat deportasi, ini menjadi peningkatan tajam dari tahun lalu.

Meskipun belum ada bukti kuat yang muncul untuk quid pro quo, para legislator dan Uighur ini khawatir bahwa Beijing menggunakan vaksin Covid-19 sebagai pengaruh untuk memenangkan pengesahan perjanjian ekstradisi yang ditandatangani bertahun-tahun lalu, tetapi tiba-tiba diratifikasi oleh Tiongkok pada Desember, dan dapat dihadapkan pada anggota parlemen Turki paling cepat bulan ini.

Baca Juga: Asik Karaoke, Ibu Ini Tak Sadar Anaknya Jatuh ke dalam Septic Tank hingga Meninggal Dunia

Untuk itu, Etnis Uighur mengatakan RUU yang telah menjadi undang-undang, dapat membawa mimpi buruk yang mengancam jiwa mereka, karena akan dapat deportasi kembali ke negara tempat mereka melarikan diri untuk menghindari penahanan massal.

Lebih dari satu juta orang Uighur dan sebagian besar minoritas Muslim lainnya telah diseret ke penjara dan kamp penahanan di Tiongkok yang disebut pemerintahan Xi Jin Ping sebagai tindakan anti-terorisme, tetapi Amerika Serikat telah menyatakan itu tindakan genosida.

"Saya takut dideportasi," kata Melike, istri Metseydi, sambil menangis, menolak memberikan nama belakangnya karena takut akan pembalasan.

"Saya mengkhawatirkan kesehatan mental suami saya."

Baca Juga: Tak Hanya Gisel, MYD atau Nobu Sebut Ada 3 Nama Ini dalam Video 38 Menit Terbaru Miliknya

Kecurigaan terhadap kesepakatan muncul ketika pengiriman pertama vaksin Tiongkok ditahan selama berminggu-minggu di bulan Desember, seketika pejabat menyalahkan masalah izin.

Padahal Turki sebagian besar bergantung pada vaksin Sinovac Tiongkok untuk mengimunisasi populasinya dari virus, yang telah menginfeksi sekitar 2,5 juta dan menewaskan lebih dari 26.000.

“Penundaan seperti itu tidak normal. Kami telah membayar untuk vaksin ini, apakah Tiongkok memeras Turki ?" kata Yildirim Kaya, seorang legislator oposisi di Turki.

Lebih lanjut, Kaya secara resmi bertanya kepada pemerintah Turki tentang tekanan dari Tiongkok. tetapi belum mendapat tanggapan.

Baca Juga: Nelayan Thailand Temukan Mutiara Langka Seharga 4,8 Miliar, Ini Kisahnya Bagai Durian Runtuh

Namun begitu, baik otoritas Turki dan Tiongkok bersikeras bahwa RUU ekstradisi tidak dimaksudkan untuk menargetkan orang Uighur untuk dideportasi, bahkan media pemerintah Tiongkok menyebut kekhawatiran tersebut sebagai "noda," dalam hubungan baik itu.

Sedangkan juru bicara kementerian luar negeri Wang Wenbin menyangkal adanya hubungan antara vaksin dan perjanjian itu.

"Saya pikir spekulasi Anda tidak berdasar," kata Wang pada konferensi pers hari Kamis.

Kemudian Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu mengatakan pada Desember bahwa penundaan vaksin itu tidak terkait dengan masalah orang Uighur.

“Kami tidak menggunakan Uighur untuk tujuan politik, kami membela hak asasi mereka,” kata Cavusoglu.

Baca Juga: Sadis, Pria India Lempar Bayi Tiga Bulan ke Kobaran Api Setelah Lecehkan Ibunya

Hanya saja, penahanan baru-baru ini telah membuat merinding melalui komunitas Uighur Turki yang diperkirakan berjumlah 50.000 orang.

Di masa lalu, sejumlah kecil orang Uighur telah melakukan perjalanan ke Suriah untuk berlatih dengan militan kebanyakan orang Uighur di Turki, menghindari para jihadis dan khawatir mereka menyakiti perjuangan Uighur.

Pengacara yang mewakili warga Uighur yang ditahan mengatakan, polisi Turki tidak memiliki bukti terkait dengan kelompok teror, bahkan profesor hukum Ankara Ilyas Dogan yakin penahanan itu bermotif politik.

"Mereka tidak memiliki bukti konkret," kata Dogan, yang mewakili enam orang Uighur yang sekarang berada di pusat deportasi, termasuk Metseydi. "Mereka tidak serius."

Baca Juga: MYD atau Nobu Sebut 'Mantap-mantap' dalam Video 38 Menit Terbarunya, Lagu Gisel Mendadak jadi Sorotan

Bahkan jika RUU itu disahkan, Dogan meragukan akan ada deportasi massal, mengingat simpati publik yang luas untuk orang Uighur di Turki.

Apalagi Turki telah lama menjadi tempat berlindung yang aman bagi orang Uighur, kelompok Turki yang berasal dari wilayah Xinjiang barat.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam perlakuan Tiongkok terhadap Uighur sebagai "genosida" lebih dari satu dekade lalu.

Itu semua berubah dengan upaya kudeta di Turki pada 2016, yang mendorong pembersihan massal dan mengasingkan Erdogan dari pemerintah Barat, seketika Tiongkok meminjamkan dan menginvestasikan miliaran di Turki.

Baca Juga: Honor Terbesar Raffi Ahmad Sepanjang Karirnya Terungkap, Rp450 Juta dalam Dua Jam

Inilah pula yang membuat ketakutan meningkat dengan beberapa terlihat sangat putus asa hingga menyelinap melintasi perbatasan secara ilegal, kata Ali Kutad, yang melarikan diri dari Tiongkok ke Turki pada 2016.

“Turki adalah tanah air kedua kami, kami sangat takut” pungkas Kutad.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Channel News Asia


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah