Dampak Tuduhan Kerja Paksa Kapas Xinjiang, Kini Adidas, H&M, dan Nike Hadapi Penurunan Saham Drastis

- 29 Maret 2021, 15:00 WIB
Ilustrasi merk besar dunia, seperti Nike dan H&M menghadapi penurunan saham usai melarang kapas Xinjiang dalam produksi mereka.*
Ilustrasi merk besar dunia, seperti Nike dan H&M menghadapi penurunan saham usai melarang kapas Xinjiang dalam produksi mereka.* /Pixabay/Pexels

PR PANGANDARAN - Tiongkok yang mendapat serangan tak berdasar berbagai merk besar dunia atas pengelolaan produksi kapas di Xinjiang, tepatnya dengan melarang kapas Xinjiang dalam produksi mereka, diketahui sudah membalas tuduhan itu dengan gerakan cinta tanah air yang dilakukan seluruh warganya.

Akibatnya, kini berbagai merk besar dunia seperti, Adidas, H&M, dan Nike mendapat penurunan saham cukup drastis usai melawan 1,4 miliar konsumen Tiongkok dengan melarang kapas Xinjiang dalam produksi mereka.

Ini bermula dengan rekayasa tuduhan adanya kerja paksa di Xinjiang yang dilontarkan berbagai merk besar dunia tersebut hingga berani melarang kapas Xinjiang dalam produksi mereka, meski mereka sangat bergantung dengan konsumen Tiongkok.

Baca Juga: Dieksekusi Mati, Ini 7 Permintaan Terakhir Freddy Budiman dari Ucap Syahadat hingga Tidur Bareng Anak

"Penurunan saham langsung dari perusahaan-perusahaan terkait ini hanyalah puncak gunung es untuk kerugian mereka di masa depan," kata Zhang Yi, CEO iiMedia Research yang berbasis di Shenzhen.

"Dan nilai merek akhir dari perusahaan-perusahaan Barat ini, yang diukur dalam kaitannya dengan potensi pertumbuhan mereka, dapat dipotong setengahnya selama lima tahun ke depan jika mereka menolak untuk memperbaiki diskriminasi mereka terhadap Tiongkok," kata Zhang, dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Global Times.

Berkaitan dengan penurunan saham itu, dibuktikan dengan sehari setelah H&M melarang penggunaan kapas Xinjiang dalam produksi mereka, kini menghadapi saham turun secara signifikan.

Adidas yang berbasis di Jerman, salah satu merek pakaian asing paling populer di kalangan konsumen Tiongkok, mengalami penurunan harga sahamnya lebih dari 6 persen pada hari Kamis.

Baca Juga: Lakukan Negosiasi, PBB Minta Kunjungan 'Tanpa Batasan' ke Xinjiang untuk Melihat Minoritas Uighur

Kemudian berdasar laporan media, Adidas, bersama dengan Nike yang berbasis di AS, melihat nilai pasar mereka turun lebih dari 70 miliar yuan (sekitar Rp153 Triliun) pada hari itu.

Ini juga yang terjadi pada nilai pasar H&M yang merosot sekitar 4,8 miliar yuan (sekitar Rp10 Triliun)

Singkatnya, aksi cinta tanah air yang ditunjukkan 40 selebritas kelahiran Tiongkok yang mendunia, kini membawa berbagai merk besar itu ke dalam krisis reputasi.

"Converse dan Adidas adalah salah satu favorit saya, sekarang mereka tidak memberi saya pilihan selain meninggalkan mereka, karena tidak ada ruang untuk kompromi dalam hal martabat nasional," Terry Xu, insinyur IT berusia 28 tahun yang berbasis di Shanghai, mengatakan kepada Global Times.

"Saya merasa tersinggung dan tidak dapat dipahami bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi dan berkembang di Tiongkok selama beberapa dekade ini memilih untuk menindak bahan yang diproduksi di Tiongkok dengan kebohongan yang dibuat-buat," pungkas Xu dengan nada menekan.

Baca Juga: Segera Meluncur di 2022, Drama 'Crash Landing On You' akan Diadaptasi Jadi Musikal

Dengan demikian, berbagai perusahaan dari merk besar dunia itu tidak akan pernah berhasil di Tiongkok, jika mereka tidak menghormati pasar lokal dan konsumen lokal, demikian analisis peneliti Zhang.

Dalam keadaan seperti itu, penurunan nilai di pasar modal hanyalah salah satu bagian dari kerugian mereka.

Sedangkan yang lebih penting adalah bahwa mereka mungkin tidak akan pernah memenangkan kembali reputasi mereka di pasar Tiongkok, sementara prospek pertumbuhan sangat penting bagi perusahaan mana pun.

Pasar Tiongkok yang menjanjikan akan terus menawarkan banyak peluang untuk bisnis domestik dan asing, tetapi orang Tiongkok tidak akan pernah menerima merk besar dunia yang mencoba mengumpulkan uang dari pasar mereka sambil menyerang Tiongkok.

Baca Juga: Senggol Anang-Aurel Soal Masa Susah, Merlyn Sopjan Beberkan Alasan di Balik Kritiknya

Sementara itu, China Cotton Industry Alliance (CCIA) berjanji untuk mengembangkan rantai industri kapas berkualitas tinggi, mempromosikan pembangunan hijau dan berkelanjutan dari industri kapas di Xinjiang, dan untuk meningkatkan pengaruh global dari merek kapas yang ditanam di dalam negeri.

Tak lupa, CCIA juga mengutuk rumor yang dibuat-buat, mengklarifikasi bahwa tidak pernah ada yang disebut kerja paksa di Xinjiang.

Sebagai produsen dan konsumen kapas terbesar, Tiongkok memproduksi 5,91 juta ton kapas pada tahun 2020, kurang dari 2 juta ton dari permintaan negara, demikian pernyataan CCIA yang dikirim ke Global Times.***

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Global Times


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah