PR PANGANDARAN - Pejabat Amerika Serikat (AS) mengkonfirmasi setidaknya 130 insiden cedera otak alias Sindrom Havana terjadi pada pejabat penting AS.
Pejabat penting AS yang alami insiden cedera otak atau Sindrom Havana di antaranya adalah mata-mata, diplomat hingga pejabat pertahanan AS.
Beberapa di antara para pejabat penting AS tersebut merasakan gejala dari cedera otak Sindrom Havana beberapa minggu terakhir ini hingga beranggapan insiden ini adalah senjata rahasia baru.
Baca Juga: Target Donasi Rp5 M Sudah Terlampaui dalam Waktu 2 Hari, Taqy Malik Siap Kawal Palestina
Dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari situs The Guardian pada Kamis, 13 Mei 2021 waktu AS, gejala serius dirasakan mereka sejak Desember tahun 2020 usai tugas luar negeri.
Alhasil, mereka harus dirawat jalan di RS Militer Walter Reed di Washington, AS.
Sementara itu, dalam dua minggu terakhir, ada 70 lebih kasus yang dilaporkan, lebih banyak dari jumlah kasus sebelumnya.
Baca Juga: Lirik Lagu Giant - Yuqi (G)I-DLE Disertai Terjemahan Bahasa Indonesia
Mark Zaid, salah satu dari perwakilan pejabat yang menderita sindrom Havana mengatakan bahwa dirinya telah dihubungi oleh beberapa orang yang mengatakan dirinya telah terkena pengaruh dari yang dianggap senjata rahasia baru yang misterius.
“Jumlahnya pasti meningkat,” ujarnya.
Pejabat AS mengkonfirmasi bahwa masih akan ada kasus baru yang sedang ditinjau.
Baca Juga: Pakai Kostum Nasional Komodo di Miss Universe 2020, Ayu Maulida Tampil Memukau dan Bikin Merinding
Meski demikian, atas sindrom Havana yang terjadi, publik lantas menafsirkan dan bertanya-tanya kembali bahwa mereka yang terkena sindrom mungkin adalah korban dari bentuk serangan misterius.
Pada Desember 2020, Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional menerbitkan laporan tentang cedera otak yang dialami pegawai pemerintah AS di Kuba dan China kemungkinan besar terjadi akibat beberapa bentuk energi terarah.
Cheryl Rofer, mantan ahli kimia di Laboratorium Nasional Los Alamos, masih mempertanyakan kesimpulan penelitian tersebut serta klaim dari para korban dan beberapa ahli yang mengatakan sindrom Havana adalah semacam senjata gelombang mikro yang dikembangkan musuh.
“Bukti tentang efek gelombang mikro dari tipe yang dikategorikan sebagai sindrom Havana itu masih sangat lemah,” tulis Rofer dalam Foreign Policy.
“Tidak ada ide pendukung yang menjelaskan bagaimana senjata itu akan bekerja. Tidak ada bukti yang diberikan tentang negara mana yang mengembangkan senjata semacam itu.
Klaim yang luar biasa membutuhkan bukti yang luar biasa juga, dan tidak ada bukti yang diberikan untuk mendukung keberadaan senjata misterius ini," lanjutnya. ***
Artikel Rekomendasi