Sebut PM Inggris 'Eksperimen' Cabut Aturan Pembatasan Covid-19, Pakar: Tekanan pada Sistem Kesehatan

- 7 Juli 2021, 12:20 WIB
Seorang pakar SAGE menilai Perdana Menteri Boris Johnson sedang eksperimen dengan mencabut aturan, padahal tekanan pada sistem kesehatan.
Seorang pakar SAGE menilai Perdana Menteri Boris Johnson sedang eksperimen dengan mencabut aturan, padahal tekanan pada sistem kesehatan. /Instagram/@borisjohnsonuk

PR PANGANDARAN - Banyak ilmuwan Inggris memprotes keinginan Perdana Menteri Boris Johnson untuk mencabut aturan pembatasan Covid-19, bahkan seorang pakar dari Kelompok Penasihat Ilmiah untuk Keadaan Darurat (SAGE) menyebutkan prediksi malapetaka soal itu.

Seorang pakar SAGE yang juga ahli epidemiologi, Prof Neil Ferguson menilai tindakan Boris Johnson mencabut semua aturan pembatas adalah eksperimen malapetaka yang membawa Inggris kepada penguncian yang lebih lama selama musim dingin tahun ini

Lebih lanjut, Prof Neil Ferguson yang mendorong penguncian pertama tahun lalu, mengatakan Boris Johnson mengambil pertaruhan kecil dengan mencabut hampir semua aturan pembatasan Covid-19 Inggris pada 19 Juli 2021.

Baca Juga: Jeng Nimas Sarankan Kaesang Putuskan Nadya Arifta Untuk Jaga Nama Baik Keluarga dan Hindari Opini Liar

Sementara ilmuwan Imperial College London mengatakan dia secara luas mendukung pembukaan, dia mengatakan aturan Covid mungkin harus kembali.

"Ini adalah pertaruhan kecil, ini adalah eksperimen kecil saat ini. Saya pikir itu dapat dibenarkan dan saya cukup optimis." ungkap Ferguson kepada program Today BBC Radio 4.

"[Tetapi] kebijakan harus tetap fleksibel. Jika kita berakhir dengan mendekati skenario terburuk, kita dan kelompok lain sedang melihat, yang menurut saya tidak mungkin dapat dikesampingkan, maka ya, mungkin perlu ada semacam koreksi arah nanti," tambahnya

Baca Juga: Pernikahan Seketika Jadi Bencana, Pria NTB Ini Ceraikan Istri Usai 1 Menit Ijab Kabul, Berakhir Baku Hantam

Selain itu, Ferguson yang selama periode pandemi tahun lalu terkenal di kalang warga Inggris membeberkan prediksi jika Boris Johnson tetap lakukan rencananya itu.

“Pada puncak gelombang kedua, 50.000 kasus akan diterjemahkan menjadi sekitar 500 kematian, tetapi kali ini akan jauh lebih rendah, lebih seperti 50 atau lebih.

Halaman:

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: Mirror


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x