PR PANGANDARAN – Seorang siswa asal Tiongkok diketahui mengalami disabilitas permanen.
Hal itu dialami oleh siswa asal Tiongkok tersebut, usai dirinya diketahui membawa makanan ringan.
Atas perbuatannya tersebut, siswa Tiongkok itu mendapat hukuman hingga dirinya dinyatakan mengalami disabilitas permanen.
Dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari World of Buzz, kejadian tersebut dialami oleh seorang siswa berusia 14 tahun.
Seorang siswa berusia 14 tahun dari Provinsi Sichuan, Tiongkok Barat Daya, menjadi disabilitas permanen setelah diberi hukuman fisik di mana dia harus melakukan 150 squat di sekolahnya Juni lalu.
Seperti dilansir Global Times, siswa sekolah menengah pertama, Ren, dari Sekolah Menengah Kejuruan Xianshi, dihukum oleh seorang pemimpin siswa bernama Mu.
Baca Juga: Ada Karakter Donald Trump dalam Squid Game, Ini Penjelasan Penulis Hwang Dong Hyuk
Telah dilaporkan bahwa Ren ditemukan melanggar peraturan administrasi asrama dengan membawa makanan ringan.
Seorang guru, Liu, yang mengawasi asrama juga hadir pada saat itu tetapi tidak berusaha untuk menghentikan insiden tersebut, yang menyebabkan cedera permanen pada kaki kiri Ren.
Menurut Global Times, ibu Ren, Zhou, mengatakan insiden itu terjadi sekitar pukul 10 malam pada 10 Juni tahun lalu.
Hal itu terjadi ketika Mu dan Liu sedang memeriksa asrama Ren.
Ia datang untuk memeriksa apakah ada orang yang membawa makanan ringan tanpa izin.
Mu diduga menemukan sebungkus makanan ringan di tempat tidur Ren dan memerintahkannya untuk melakukan 300 squat sebagai hukuman, tetapi Ren menyangkal bahwa makanan ringan itu bukan miliknya.
Ren juga mengatakan bahwa kakinya telah terluka pada bulan April tahun itu.
Baca Juga: 'Menggila' Secara Global, Serial Netflix 'Squid Game' Picu Meningkatnya Minat Belajar Bahasa Korea
Dia kemudian dipaksa melakukan 150 squat di bawah pengawasan Mu dan Liu.
Usai insiden hukuman tersebut, diketahui ren didiagnosis mengalami disabilitas permanen berkaitan dengan terbatasnya fungsi alat geraknya.
Setelah kejadian itu, Ren menjalani perawatan medis di beberapa rumah sakit dan bahkan menjalani operasi.
Sayangnya, dia didiagnosis dengan pembatasan mobilitas seumur hidup.
Sejak itu dia harus berjalan dengan kruk.
Dia tidak hanya didiagnosis dengan cedera fisik tetapi juga menderita depresi akibat insiden tersebut.
Menurut seorang guru di sekolah, tidak ada perselisihan antara Ren dan Mu sebelum insiden itu.
Dilaporkan bahwa orang tua Ren dan sekolah belum menyelesaikan perselisihan mengenai kompensasi dan perawatan lanjutan setelah negosiasi satu tahun, meskipun sekolah telah menanggung biaya perawatan medis Ren sebesar Rp241 juta sejauh ini.***
Artikel Rekomendasi