PR PANGANDARAN – Meskipun penghitungan hasil pemungutan suara dari pemilihan Presiden di Amerika Serikat (AS) belum usai, kericuhan justru terjadi pada warga AS.
Banyak demonstrasi yang terjadi hingga berakhir ricuh dan berujung penangkapan yang dilakukan oleh polisi setempat.
Selain itu, klaim kemenangan sepihak yang dilakukan oleh Donald Trump sebelum penghitungan suara selesai juga menambah suasana panas persaingan.
Baca Juga: Suara Elektoral Lebih Unggul dari Donald Trump, Joe Biden Yakin akan Menjadi Pemenang
Tak segan bahkan dia menuding jika lawannya, Joe Biden bermain curang agar dapat memenangkan kursi Presiden di Gedung Putih.
Berdasarkan alasan tersebut, Trump meminta untuk menghentikan penghitungan suara bahkan akan meminta MA untuk menolak suara dari surat yang dikirim via pos.
Padahal beberapa negara bagian mengklaim jika pemungutan suara melalui surat tersebut aman dilakukan dan rendah terjadi kecurangan.
Baca Juga: Hendak Menikahkan Syarifah Najwa Shihab, Kepulangan Habib Rizieq ke Tanah Air Punya Agenda Khusus
Melihat situasi yang terjadi di AS, Kepala biro AS untuk ABC News membuat cuitan di akun Twitter pribadinya @davidlipson yang mengatakan jika politik AS sekarang seperti politik Indonesia.
“Merasa seperti politik Indonesia sekarang,” cuitnya pada 4 November 2020 yang dikutip oleh PikiranRakyat-Pangandaran.com.
Feeling like Indonesian politics rn— David Lipson (@davidlipson) November 4, 2020
Baca Juga: 'Kami Ingin Balas Dendam', Simpatisan Donald Trump Bawa Senapan hingga Picu Kekacauan di Jalan
Cuitannya tersebut mendapat balasan dari Ross Tapsell seorang dosen dan spesialis Asia Tenggara di Universitas Nasional Australia.
“Benar. Tapi bukan politik Indonesia yang sebenarnya kecuali Trump akhirnya menjadi Menteri Pertahanan Biden,” ujarnya melalui keterangan tertulis.
Pada 2019 lalu, Prabowo Subianto juga mengklaim kemenangannya secara sepihak sebelum ada keputusan resmi.
Lalu setelah ada keputusan jika lawannya, Presiden Joko Widodo yang menang dia mengatakan ada kecurangan dan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).***
Artikel Rekomendasi