Picu Keramaian dan Langgar Prokes, Ridwan Kamil Beberkan Kronologi Tabligh Akbar di Megamendung

21 November 2020, 13:34 WIB
Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil (tengah) tiba di kantor Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat 20 November 2020. /Antara Foto/Sigid Kurniawan/

PR PANGANDARAN – Ridwan Kamil atau akrab disapa Kang Emil adalah Gubernur Jawa Barat yang namanya ikut terseret masalah kerumunan massa yang dihadiri oleh Habib Rizieq Shihab (HRS) di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Setelah memenuhi panggilan kepolisian untuk dimintai klarifikasi atas acara tablig akbar tersebut, Ridwan Kamil membeberkan kronologi yang dihadiri oleh Habieb Rizieq Shihab hingga mengakibatkan adanya kerumunan massa.

Pada awalnya, Ridwan Kamil menguraikan, kegiatan yang diselenggarakan hanya salat Jumat berjamaah seperti biasa serta peletakan batu pertama atas pembangunan Pondok Pesantren Agrokultural di Megamendung.

Baca Juga: Mitos atau Fakta: Sakit Kepala dan Leher Jadi Pertanda Alami Kolesterol Tinggi, Ini Pernyataan Ahli

Ridwan Kamil mengaku bahwa kegiatan ini pun sudah dilaporkan kepada Satgas Kabupaten serta camat di kawasan tersebut.

“Hanya itu (salat Jumat dan peletakan batu pertama) yang dilaporkan, hanya acara rutin. Jadi bukan acara besar yang mengundang (banyak orang)," ujar Ridwan Kamil yang dikutip oleh PikiranRakyat-Pangandaran.com dari Antara News pada Jumat, 20 November 2020.

Meski demikian, kemungkinan adanya potensi kerumunan massa juga telah disampaikan oleh Kodim setempat kepada panitia acara tersebut.

Baca Juga: Kurang Pemahaman dan Banyak Hambatan, Ini 6 Alasan Masyarakat Tak Patuhi Protokol Kesehatan Covid-19

Namun, pada kenyataannya saat acara berlangsung, masyarakat berbondong-bondong menyaksikan acara tersebut.

“Jadi tindakan pencegahan itu sudah dilakukan. Kemudian di hari H, ternyata ada euforia dari masyarakat yang bukan mengikuti (acara) tapi hanya ingin melihat. Itu kira-kira yang membuat situasi jadi sangat masih,” ujarnya.

Oleh karena kerumunan massa dalam jumlah besar sudah berada di tempat tersebut secara bersamaan, Kapolda Jabar kemudian merasa perlu mengambil tindakan dengan cara pendekatan humanis.

Baca Juga: Hasil Penghitungan Suara Manual Pilpres AS, Joe Biden Resmi Dinyatakan sebagai Pemenang di Georgia

Mengingat banyaknya yang ikut menyaksikan, Kapolda Jabar tidak mungkin melakukan tindakan represif lantaran akan menimbulkan gesekan yang akan dinilai kurang bijaksana.

“Pelaksana di lapangan punya dua pilihan, persuasif humanis atau represif. Tapi karena massa kalau jumlahnya besar ada potensi gesekan, maka pilihan pak Kapolda Jabar saat itu yakni pendekatan humanis non-represif,” ujarnya.

Beberapa upaya juga telah dilakukan oleh pihak aparat dan jajarannya dalam menegakkan penerapan protokol kesehatan.

Baca Juga: BTS Comeback dengan Album Terbaru Bertajuk ‘BE’, Penggemar Salfok dengan Judul Lagu ‘Dis-Ease’

“Sudah sangat ditegakkan (Prokes). Hanya kalau massa sudah banyak, treatment-nya tidak selalu tegas represif. Contohnya demo (menentang) Omnibus Law. Kalau pakai kategori pelanggaran Prokes, demo-demo itu sangat melanggar Prokes. Tapi kan pendekatannya tidak bisa (tegas represf) walau kita tahu itu pelanggaran,” ujarnya.

Dirinya membandingkan antara perbedaan penanganan di Megamendung dengan demo Omnibus Law yang dinilai sama-sama melanggar Prokes.

Ia menilai bahwa situasi yang dihadapi itu berbeda, yakni demo bersifat menentang, sedangkan yang ini hanya menyaksikan. ***

Editor: Nur Annisa

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler