Marak Beredar dan Harus Diberantas, 7 Mitos Vaksin Covid-19 Termasuk Klaim Sebabkan Autisme

6 Januari 2021, 15:21 WIB
Ilustrasi: Vaksin Covid-19.* /Pixabay/Fotoblend

PR PANGANDARAN – Di Indonesia, vaksin sudah didistribusikan ke berbagai provinsi pada 4 Januari 2021. Kita pun hanya tinggal menunggu instruksi kapan vaksinasi dilakukan. Namun, bagi sebagian orang, vaksinasi masih terlihat sebagai hal yang menakutkan akibat mitos yang beredar secara luas.

Dalam Webinar Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) pada Senin, 12 Oktober 2020 dokter spesialis anak dari Yayasan Orangtua Peduli, Windhi Kresnawati  menyebutkan beredarnya mitos memang menjadi hambatan program vaksinasi sejak dulu. Dikutip dari presentasinya di webinar di kanal Youtube resmi Satgas Penanganan Covid-19 ini, berikut 7 mitos tentang vaksin yang tak terbukti kebenarannya.

7 Mitos Vaksin Covid-19 Tak Terbukti Benar

Baca Juga: Dituding Nikah Siri dengan Tissa Biani, Jawaban Dul Jaelani Bikin Monohok

  1. Pola hidup sehat  cukup gantikan vaksin

Amerika Serikat pernah menyatakan bebas campak tahun 1974 setelah vaksin ditemukan pada tahun 1963. Dalam rentang 11 tahun itu, pola hidup warga AS tak berubah. Oleh karena itu, dalam hal ini efektivitas vaksin jauh lebih baik dari skadar pola hidup. Namun, tak ada salahnya untuk menjaga pola hidup sehat sekaligus mengikuti program vaksin.

  1. Vaksin Membuat Sakit

Vaksin dilakukan agar terhindar dari penyakit. Bila divaksin, tingkat keparahannya sangat ringan. Vaksin mun menghindarkan manusia dari kecacatan maupun kematian akibat infeksi penyakit.

  1. Vaksin Berbahaya

Anggapan vaksin berbahaya ini termasuk hoaks. Vaksin harus memenuhi syarat aman, efektif, stabil, serta efisien terlebih dahulu sebelum diproduksi massal.

Baca Juga: Mampu Keluarkan Suara yang Berbeda, Spesies Paus Baru Asyik Berenang di Samudra Hindia

  1. Vaksin tak sebabkan Autisme

Tak ada kaitannya autisme dan vaksin. Tuduhan ini disebabkan kandungan zat thimerosal pada vaksin. Zat ini merupakan bahan untuk mengawetkan vaksin.

Akan tetapi, fakta membuktikan hal lain. Amerika pernah menghapuskan kandungan thimerosal pada vaksin tahun 1994. Hasilnya, angka autisme Amerika tidak turun dan justru mengalami kenIkan.

Penelitian mengenai mitos ini pun sudah dibuktikan secara mendalam dengan waktu yang lebih dari 10 tahun.

  1. Vaksin Mengandung Janin Bayi

Sel janin hanya pernah digunakan sekali pada tahun 1960 dengan legal. Hasilnya vaksin tak mengandung sel janin, tetapi hanya produk virusnya saja.

Tak seperti bakteri, virus membutuhkan inang untuk hidup. Dalam pembuatannya. virus dibiarkan menginfeksi sel hidup dan kemudian diproduksi ulang sehingga meninggalkan sel awal.

Baca Juga: WHO Kecewa Pada Otoritas Tiongkok Soal Asal Usul Virus Corona: Ini Membuat Frustasi

  1. Tersedianya Vaksin Tak Berarti Penyakit Musnah

Virus tak serta merta musnah jika vaksin ditemukan. Riset menunjukkan bahwa penurunan angka vaksinasi justru memicu kenaikan infeksi penyakit. Maka dari itu, sebuah pemerintah harus melakukan vaksin ulang bagi masyarakatnya.

Jika seseorang tak vaksin tak sakit di lingkungan orang yang tervaksinasi, maka terdapat proses Herd Immunity. Sistem ini terjadi akibat ada kekebalan secara kolektif sehingga melindungi sebagian kecil yang tidak terimunisasi.

  1. Vaksin dalam Pandangan Agama

Pada dasarnya babi tidak masuk dalam vaksin. Sebab, dalam pembuatannya, enzim babi ini dimurnikan sehingga tidak ada yang masuk pada vaksin.

MUI sendiri telah menyatakan bahwa vaksin yang tidak halal hukumnya boleh karena kondisi darurat dan kebutuhan mendesak. Ini tercantum dalam fatwa MUI No. 5 Tahun 2009 mengenai vaksin meningitis bagi jemaah haji dan umrah. 

Baca Juga: Jejak Hewan Purbakala Zaman Es Ditemukan, Bangkai Badak Berbulu dalam Kondisi Organ Masih Terawat

Namun demikian, mitos tentang vaksin yang masih beredar di tengah masyarakat harus dicegah, karena vaksinasi merupakan salah satu cara ampuh memutus mata rantai penularan penyakit, termasuk nantinya adalah Covid-19.

Dengan mengetahui kebenarannya, kita sudah meminimalisir hoax yang beredar. Saat ini, vaksinasi merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk memutus mata rantai penularan penyakit, termasuk Covid-19.

 

Editor: Khairunnisa Fauzatul A

Sumber: COVID-19

Tags

Terkini

Terpopuler