LIPI: Tsunami Raksasa akan Terjadi Berulang-ulang, Tiap Jalur Miliki Waktu Ratusan sampai Ribuan

26 September 2020, 12:50 WIB
Ilustrasi tsunami. Inilah yang harus Anda lakukan tatkala terjadi pandemi di masa pandemi virus corona /pixabay.com

PR PANGANDARAN - Eko Yulianto, Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI menanggapi soal prediksi tsunami setinggi 20 meter di bagian selatan Pulau Jawa.

Eko menuturkan jika hal serupa kerap dikemukakan beberapa tahun yang lalu oleh beberapa orang peneliti.

Bahkan sejak 2008 oleh MccAffrey tentang potensi gempa dan tsunami di jalur subduksi selatan Jawa.

Baca Juga: Nadiem Persilahkan Guru dan Siswa Komplain ke Kepala Sekolah Jika Tak Dapat Kuota Gratis

Sehingga, penelitian yang diketuai Guru Besar bidang Seismologi di Institut Teknologi Bandung (ITB), Sri Widiyantoro itu perlu disikapi dengan tenang dan penuh kehati-hatian.

Sebagaiman diberitakan situs resmi LIPI, gempa dan tsunami raksasa akan terjadi secara berulang di jalur-jalur tunjaman lempeng.

Eko Yulianto mengatakan, tiap jalur lempeng tersebut memiliki masa perulangan mulai dari ratusan sampai ribuan tahun lamanya.

Baca Juga: Ini Pesan Kang Emil saat HUT Bandung ke-210, Jabar Tangkap Aliran Investasi dari Tiongkok!

"Gempa dan tsunami raksasa akan terus berulang terjadi. Tiap-tiap jalur memiliki waktu perulangan ratusan hingga ribuan tahun," katanya Eko di Jakarta, Jumat, 25 September 2020.

Tim Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI meneliti tsunami purba sejak 2006 di pantai Lebak, Pangandaran, Cilacap, Kutoarjo, Kulonprogo, dan Pacitan.

Sedangkan menurut kantoe berita Antara, endapan tsunami berumur 300 tahun ditemukan di sepanjang pantai itu.

Baca Juga: Jalan Tembus ke Kampungnya, Warga Kedung Kandri Ucapkan Terima Kasih Ke Bupati Brebes dan TNI

Tsunami yang mengendapkan batang-batang kayu di suatu rawa 1,5 km dari garis pantai sempat terjadi di Banten.

Diketahui, berbeda dengan Pangandaran, tsunami yang pernah menggulung wilayah itu menghancurkan mangrove.

Penelitian di lokasi bandara baru Kulonprogo menemukan pasir yang kaya akan jasad renik penghuni laut dalam, foraminifera dan radiolaria.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Hari ini, Virgo Dikelilingi Aura Negatif, Sagitarius Segera Menikah

Lokasi-lokasi endapan tsunami purba tersebut berada hingga 2,5 km dari garis pantai. Artinya, menurut Eko, tsunami merangsek daratan setidaknya sampai 2,5 km.

Eko menuturkan, jika lempeng di selatan Jawa sepanjang 800 km bergeser, gempa magnitudo 9 dapat terjadi.

Sebagai gambaran, tsunami Aceh 2004 dipicu gempa magnitudo 9,1 akibat pergeseran lempeng sepanjang 1.300 km.

Baca Juga: Ini Profil Reporter yang Tidak Lulus SD Berhasil Tendang Jack Ma dari Posisi Orang Terkaya Tiongkok

Tsunami Jepang 2011 dipicu oleh gempa magnitudo 9 akibat pergeseran lempeng sepanjang 500 km.

Eko menuturkan dari hitungan hipotetik McCaffrey, yang merupakan seorang ahli geofisika Amerika, jalur subduksi selatan Jawa berpotensi memicu gempa magnitudo 9,6 yang berulang 675 tahun sekali.

Kalkulasi serupa untuk pantai barat Sumatera adalah 525 tahun, dari situ penelitian tsunami berhasil mengkonfirmasi hitungan hipotetik itu, bahwa tsunami serupa 2004 pernah terjadi 550 tahun lalu.

Baca Juga: Fakta Mengejutkan soal Kecap, Ternyata Bukan Produk Asli Nusantara, Benarkah dari Tiongkok?

Sebagai perbandingan, tsunami Jepang 2011 pernah terjadi 1.142 tahun lalu, tercatat di suatu kitab kuno dan dikenal sebagai tsunami Jogan.

Gempa magnitudo 9,5 di Chili tahun 1960 yang memicu tsunami raksasa juga pernah terjadi sebelumnya pada 1575.

Eko menuturkan, perlu menjadi perhatian bahwa hasil penelitian mutakhir endapan tsunami di dalam Gua Laut di Aceh selama kurun 7.400 tahun terakhir menunjukkan, perulangan tsunami dan gempa tidak benar-benar periodik.

Baca Juga: Fakta Mengejutkan soal Kecap, Ternyata Bukan Produk Asli Nusantara, Benarkah dari Tiongkok?

Dalam satu periode waktu tertentu, diketahui tsunami lebih sering terjadi daripada periode lainnya.

"Ini sebuah pesan kuat bahwa masyarakat harus senantiasa siap siaga sepanjang waktu guna menghadapi ancaman gempa dan tsunami," tutur Eko.

Eko mengatakan perlu mitigasi bencana dalam menyikapi potensi bencana yang ada di Indonesia.

Baca Juga: Riset ITB 'Tsunami Setinggi 20 Meter Terjang Selatan Pulau Jawa' Disikapi BMKG, Ini Penjelasannya

Menurut dia, pengembangan wilayah pesisir selatan Jawa sebagai pusat-pusat perekonomian dipastikan akan meningkatkan risiko bencananya khususnya tsunami.

Oleh karenanya, dia mengatakan sudah selayaknya pemerintah menghitung ulang analisis risikonya sehingga upaya pengurangan risiko dapat dilakukan menyatu dengan segala kegiatan pembangunan.

Dengan demikian pembangunan tetap dapat dilakukan bukan saja berdasarkan atas asas manfaat namun juga di atas prinsip keberlanjutan.

Baca Juga: V BTS Minta Diperlakukan Seumuran, Jungkook Menolak: Aku, Kamu dan Jimin akan Banyak Bertengkar

"Bencana alam akan selalu berulang, menimbulkan kerugian harta dan jiwa sangat besar," tutur Eko.

Eko menambahkan, setiap kegiatan pembangunan harus menempatkan pengurangan risiko sebagai modalitas utamanya.

"Hasil analisis risiko lah yang dapat digunakan sebagai alasan apakah sebuah proyek pembangunan harus dihentikan, boleh dilanjutkan, atau boleh dilanjutkan dengan syarat," pungkas Eko.***

 

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Permenpan RB LIPI

Tags

Terkini

Terpopuler