Bagaimana Hukum Menghadiahkan Kurban untuk Orang Mati? Apakah Pahalanya sampai?

- 28 Juli 2020, 06:33 WIB
Ilustrasi hewan kurban.
Ilustrasi hewan kurban. /PIXABAY/PIXABAY/wiethase

PR PANGANDARAN - Tradisi di kalangan masyarakat Indonesia saat berkurban adalah menghadiahkan pahala kurban untuk orang lain.

Tradisi itu disebut Nahdliyin, yakni ibadah kurban tidak hanya berkaitan dengan pengamalan sunnah Nabi, melainkan disertai solidaritas berbahi pahala kepada sanak saudara.

Dilarbelakangi rada kasih sayang dan cinta terhadap kerabat, seorang yang mampu ingin mengikutsertakan orang yang ia sayangi dalam pahala hewan kurbannya.

Baca Juga: Akhirnya Rizky Billar 'Apel' ke Rumah Lesty Kejora, Rizky: Sekarang Sendiri Dulu, Orang Tua Besok

Praktiknya semisal mudlahhi (pekurban) berkata/berdoa, “Ya Allah sampaikanlah pahala kurbanku untuk saya dan kedua orang tua saya”, “Saya sertakan anak dan istriku dalam pahala kurbanku,” dan lain-lain.

Pertanyaannya adalah, bagaimana hukum menghadiahkan pahala kurban untuk orang lain? Apakah pahalanya bisa sampai?

Dikutip PikiranRakyat-Pangandaran.com dari NU Online, syariat memberikan ketentuan kurban melihat jenis hewannya, yaitu kambing untuk satu orang, sapi dan unta untuk tujuh orang.

Baca Juga: Sampai di Telinga Ibunda Rizky Billar, Apakah Kedekatannya dengan Lesty Kejora Dapat Respon Positif?

Bila melebihi kapasitas yang telah ditentukan, semisal kurban kambing untuk dua orang, sapi untuk delapan orang, maka tidak sah. 

Persoalan menghadiahkan kurban untuk orang lain berbeda dari kurban bersama (patungan).

Kurban patungan status mudlahhi-nya adalah seluruh anggota yang tergabung dalam iuran hewan kurban.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Hari ini: Mengenal Leo Lewat 5 Sifat Identiknya, Salah Satunya Penuh Kasih Sayang

Sementara perihal memberikan hadiah kurban, status mudlahhi hanya yang mengeluarkan dana, orang lain hanya diikutsertakan dalam pahala kurbannya, bukan diikutkan dalam status mudlahhi-nya.

Oleh sebab itu, perihal menghadiahkan pahala kurban, tidak ada pembatasan jumlah orang yang diikutsertakan dalam pahala kurbannya mudlahhi, semisal satu orang berkurban satu ekor kambing, pahalanya dihadiahkan untuk tujuh orang keluarganya.

Oleh sebab itu, ulama menjelaskan bahwa doa Nabi saat beliau berkurban, “Ya Allah kurban ini untuk Muhammad dan umat Muhammad” konteksnya adalah menghadiahkan pahala kurban untuk orang lain, bukan mengikutkan orang lain dalam status sebagai mudlahhi.

Baca Juga: Darurat Kesehatan Dunia, WHO Sebut Kebangkitan Virus Corona di Berbagai Wilayah Mengkhawatirkan

Dalam pandangan fiqih Syafi’iyyah, menghadiahkan kurban diperinci menjadi dua bagian.

Pertama, menghadiahkan pahala kurban untuk orang mati. Kedua, menghadiahkan pahala kurban untuk orang hidup.

Adapun yang pertama, ulama sepakat hukumnya boleh, dan pahala kurban bisa sampai dan didapatkan semua orang mati yang diikutsertakan dalam pahala kurban.

Baca Juga: Ternyata Bukan Demam, Para Ahli Ungkap Gejala Utama Covid-19 yang Sebenarnya

Sementara kasus kedua, ulama berbeda pendapat. Menurut Imam al-Ramli dan Khathib al-Syarbini hukumnya diperbolehkan, pahala kurban bisa sampai dan didapatkan semua orang hidup yang diikutkan dalam pahala berkurban.

Sedangkan menurut Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, hukumnya tidak diperbolehkan.

Menurut Syekh Ibnu Hajar, kebolehan menghadiahkan pahala kurban hanya berlaku untuk orang yang telah mati, sebab dianalogikan dengan kebolehan bersedekah untuk orang mati.

Baca Juga: Hari ini Tiongkok Umumkan Penutupan Konsulat AS di Chengdu Hingga Akses di Sekitar Lokasi Dibatasi

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa menghadiahkan pahala kurban untuk orang lain hukumnya diperbolehkan dan pahala bisa sampai kepadanya, sebagian ulama memutlakkan kebolehan tersebut baik untuk orang hidup dan mati, sebagian ulama membatasi hanya boleh untuk orang yang telah wafat. ***

Editor: Ayunda Lintang Pratiwi

Sumber: Instagram NU Online @nuonline_id


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah